Subuh tadi, gue bangun selayaknya jam sahurnya orang-orang. Bukan mau ikut sahur, tapi emang kebangun dan nggak bisa tidur lagi. Akhirnya gue (kembali) memilih buat nulis-nulis sesuatu. Nah, seperti yang pernah guru Bahasa Indonesia ajarin ke gue waktu SD dulu, bahwa kalo nulis sesuatu, paragraf pertamanya itu harus dibuat minimal 5 kalimat, yang rata-rata kata-katanya harus berjumlah di atas 50 kata, maka gue ikutin saran guru gue tersebut. Dan jadilah paragraf pertama ini. Haha, yah cerita tentang guru Bahasa Indonesia itu tadi gue tulis cuma buat manjang-manjangin aja, sih, biar kata-katanya lebih dari 50. 😜 Tapi nggak tau juga ini udah lebih dari 50 ato belom. Kayaknya belom deh, ya udah kalo gitu gue tambahin lagi aja ya. Nah kalo ini udah belom, sekarang? Au ah gelap, gue mulai aja deh inti dari topik tulisan gue kali ini.
Gue bersyukur banget punya orangtua yang luar biasa seperti bapak dan ibu gue. Walopun kadang mereka itu tampak ajaib dan absurd dengan cara dan pola pikir mereka sendiri yang suka susah buat ditebak, tapi mereka itu amazing, awesome!! Tulisan ini sih agak serius yah, soalnya bahasannya bertemakan filosofi.. eh, tapi emang lo percaya gue bisa nulis serius? Bisa tau! "S E R I U S".. nah kan, gue bisa nulis "serius".. heheh.. dah ah, masuk ke ranah serius beneran ini yang sekarang.
Tadi malem gue terlibat pembicaraan yang maha berat sama bokap gue. Percakapan mengenai kapan gue disunat lagi, eh, enggak denk, sekali aja cukup. Ntar aja kalo gue mau renovasi tipe, baru gue ke dokter khitan lagi. Engga, lah bukan tentang itu. Pembicaraan yang sarat akan realita dan dinamika hidup tersebut diawali dengan cerita bokap, beliau pernah memimpin doa di suatu sesi kelas tempat beliau ngajar. Oh ya, bokap gue itu seorang (menurut gue nih) ahli bahasa khususnya dalam bidang Bahasa Inggris. Kenapa gue bilang ahli? Gue pernah berkali-kali kritis debat berkonfrontasi sama bokap, mengenai suatu kasus tentang, entah itu grammar, penggunaan sebuah kata, or whatever tentang Bahasa Inggris, dan hasilnya gue selalu babak belur "dibantai" bokap gue. Gue nggak pernah menang soal itu. Itulah kenapa gue sangat mengagumi bokap gue soal yang satu itu. Misalnya lagi nih ya, gue rasa gue udah bener mengenai sesuatu, gue udah cek ke sana ke mari, gue pastikan di semua sumber, alam semesta bahkan Dewa Zeus pun ngedukung gue, lalu gue ngotot mengutarakan ke bokap gue dan selaluuu aja berakhir sama, mentah semua di hadapan bokap gue, namun begitu gue masih yakin bokap gue salah. Dan yaaa itu, selain ahli Bahasa Inggris, bokap gue juga ahli ngeles, dan eles-annya (ngeles itu kata dasarnya apa sih? eles aja lah ya) itu cukup rasional. Dan akhirnya pengelesan yang dilakukan bokap gue itu memaksa gue, sumber-sumber yang gue percayai, alam semesta dan Dewa Zeus pun tunduk pasrah nerima kekalahan. Itu lah bokap gue, Dewa tertinggi Yunani yang notabene bapaknya Hercules aja dilawan, coba!? Dan kadang diakhir debat kami, bokap gue bilang,
"Kamu itu belom waktunya ngeyel, tapi suatu saat bapak yakin kamu bisa ngalahin bapak."
*sambil senyum-senyum kudalumping makan beling*
Heyeehhh, dipikirnya lagi lomba balap karung kali. 😒
Nah, balik lagi, bokap gue pernah pimpin doa di sebuah sesi kelas. Doanya bersifat umum dan universal, maksudnya nggak bertendensi pada satu agama atau kepercayaan tertentu. Doanya gini:
"Let's pray to adore God, devote ourselves and ask for the grace. Please Lord bless our activities and everybody involve in it. Give us good health and strength to execute what You want and to be in Your line. Please be with us. We all realize You start the work and You too will complete and accomplish it well. You are our life's source, thank you God for everything You've given us. Amen."
Lalu salah satu murid bokap gue nanya,
"In English, Sir?"
"Yah and I don't care. God must know this. Katanya Tuhan Maha Tau, kan? Tuhan pasti ngerti, lah, berdoa pake bahasa apapun."
Raut muka murid cowok itu agak aneh, mungkin menyiratkan ketidaksetujuannya dengan pernyataan bokap gue tadi. Terus bokap ngomong lagi,
"I've learned about many religions and also about -ism. If you are interested, especially about philosophy, come to me, we talk. Itu kalo kamu siap, tapi kalo kamu nggak siap, jangan, nanti bisa jadi gila.."
Proposal yang diajukan bokap gue itu nampaknya bikin dia tiba-tiba terdiam lalu merenung. Dan itu lah kalo mau mengerti filosofi, lo harus banyak-banyak merenung. Makanya gue nggak terlalu suka sama yang namanya mempelajari filosofi. Filosofi itu apa yah.. hmm semacam faham kuat dari sesuatu ato seseorang yang nggak bisa terbantahkan. Ah entah lah, gue juga nggak minat sama bidang filosofi. Bidang gue adalah culinary. Yes, masak! Tapi nggak disangkal juga, filosofi itu ada disemua bidang. Mungkin filosofi itu mbahnya ilmu kali ya. Tanpa disadari, gue juga punya pegangan hidup ato filosofi yang berhubungan dengan dunia chef yang gue tekuni. Filosofi gue,
"Sebagai seorang juru masak, pisau chef itu adalah seorang pasangan hidup. Yang mana lo harus percaya sepenuhnya sama dia, dan sebagai timbal balik, pada akhirnya dia akan memberikan yang terbaik buat lo."
Filosofi semacam ini cuma seorang chef yang ngerti, dan pemikiran ini gue dapet setelah chef gue dulu, cerita gimana beliau memperlakukan chef-knives nya. Tapi jangan diartikan secara eksplisit bahwa gue bakal kawin sama piso gue ye, nggak sesederhana itu juga. Butuh pengertian yang mendalam untuk memahami substansinya.
Nah pembicaraan tadi malem sama bokap gue itu menjalar dan akhirnya mencetuskan pernyataan sekaligus memunculkan sebuah pertanyaan yang sampe tadi pagi masih gue renungkan. Pernyataan itu adalah sebagai berikut:
"Tidak ada itu ada"
Dan pertanyaan yang muncul udah tentu:
"Gimana maksudnya nggak ada kok jadi ada?"
Belom selesai gue memecahkan penyelesaian pertanyaan yang ada di otak gue, bokap gue udah mulai khotbah.
"Salah satu kasus dalam bidang filosofi nih, nggak pernah ada barang yang hilang di dunia ini, yang ada itu cuma "pindah tempat", "pindah kepemilikan". Contohnya kamu punya duit, ada di kantong kamu. Terus kamu lari-lari ngejar angkot, uang itu jatoh di jalan. Terus kamu bilang duit kamu ilang? Enggak! Duit itu tetep ada, hanya sekarang nggak ada di kantong kamu lagi, pindah tempat ke atas aspal jalan raya. Misalnya lagi, motor kamu diambil pencuri. Motormu ilang? Enggak, motor itu tetep ada, cuma pindah kepemilikan. Terus misalnya suatu benda dibakar ato dihancurkan, benda itu dikatakan ilang? Enggak, benda itu tetep ada, hanya berubah wujud! Nah itu!"
Gue dengerin bokap gue sambil manggut-manggut terpana namun tetep imut rupawan dan mempesona (gimana coba itu?)
Bokap gue ngelanjutin kuliah singkatnya,
"Terus, seseorang itu bisa disebut ato dipanggil guru karena apa.. ??"
"Karena dia pinter ato ahli dalam bidang tertentu yang dia geluti!!", jawab gue dengan mantap dan yakin.
Bokap cuma senyum-senyum kudanil sambil bilang, "Bukan, seseorang itu disebut guru karena punya anak didik ato murid. Kalo dia pinter tapi nggak punya murid, hal apa yang bisa membuat dia dipanggil 'guru'?"
Ehmmm.. iya juga sih ya. Pada tahap ini, pemikiran gue sedikit tergoncang dan agak terbuka. Mungkin sedikit dikhotbahin lagi gue bisa gila. Segitu belom ngomongin soal -isme ato agama.
Bokap gue ngelanjutin, "Dan kamu tau, Albert Einstein itu pernah dianggap gila sama orang-orang disekitarnya, kenapa? Karena orang-orang disekitarnya nggak bisa memahami apa yang jadi pemikiran Einstein. Einstein punya pemikiran yang jauh di atas orang-orang sekelilingnya, sampai pada fase dimana orang-orang udah mulai pinter dan bisa nyamain pemikiran Einstein, mereka menyadari bahwa Einstein itu super jenius, tapi terlambat, Einstein sudah tiada. Makanya mencoba mendalami filosofi itu harus siap mental, kalo enggak, kamu bisa dianggap gila ato bisa jadi kamu yang gila beneran."
Seiring dengan beratnya mata gue karena ngantuk, gue pun pamit ke bokap buat tidur, tapi sebelom masuk kamar, gue ngajuin satu pertanyaan pamungkas ke bokap,
"Pak, kalo maksudnya pernyataan 'kosong adalah isi, isi adalah kosong' itu apa, Pak?"
Bokap gue bilang jawabnya besok aja kalo udah jadi gila. 😒😒😒 Lalu bokap gue ngeloyor ke kamar ngeduluin gue, terus tidur.
Haha! Bokap gue nggak tau aja pertanyaan mengenai pernyataan gue tadi itu ada di film Sun Go Kong, Kera Sakti. 😂😂😂 Nah lhooo bingung jawabnya kan, Beh?
Dan gue baru tau jawaban "tidak ada itu ada" adalah sesimpel: suatu keadaan yang "tidak ada" itu ada! Ngerti nggak lo maksudnya? Kalo lo ngerti, selamat.. lo mulai gila! Heheh! Kalo lo nggak ngerti, kasian.. berarti lo nggak cerdas. Nah serba salah kan lo? Itulah filosofi. 😎
Tadi siang nyokap minta gue ngejemput di sekolahnya. FYI, nyokap gue juga seorang pengajar, di sebuah SMU Negeri di Kabupaten Bogor. Dan lagi-lagi, ngajar apaaaaaa? Ngajar bidang bahasa. Bahasa apaaaaaa? Bahasa Inggris!! Jadi 1 keluarga gue itu gen bahasanya kuat banget. Orangtua gue bisa dibilang ahli dalam bidang bahasa. Tapi kalo lo tanya soal-soalan eksakta dan itung-itungan, bokap nyokap gue langsung packing-packing barang terus honey-moon kedua ke Zaire. Nggak bakal deh pertanyaan eksakta dan itung-itungan lo terjawab.
Pas balik dari jemput nyokap gue di sekolah, nyokap bilang suruh mampir ke kedai somay dulu, nyokap pengen banget makan somay (iya,lah! ya kaleee ke kedai somay makannya batu akik!) Oke, akhirnya kami berenti dulu di sebuah kedai "Somay Bandung" di deket perumahan kami.
Satu jam berlalu, kami udah selesai makan somay, nyokap bayar ke kasirnya terus jalan ke parkiran motor, nyusul gue yang udah lebih dulu ke parkiran buat ngeluarin motor. Terus nyokap gue tiba-tiba bilang,
"Tas dari Yona ini enak banget loh. Walo udah butut, udah jelek gini tapi enak banget ini, selalu ibu pake kemana-mana."
(Yona itu nama adek gue)
Gue nggak ngerti kenapa tiba-tiba nyokap gue mengungkapkan betapa enak tas yang disandangnya itu. Gue diem aja, belom menanggapi pernyataan nyokap, gue sibuk men-start-er motor, nungguin nyokap duduk di jok belakang, setelah nyokap gue siap, lalu gue tarik tuas gas.
Akhirnya gue tanggepin juga perihal tas nyokap gue tadi,
"Itu dibeliin Yona, Bu? Dimana?"
"Iya, waktu Yona studi ke Kaohsiung itu. Ini enak banget loh, beneran deh!"
Nyokap gue tuh hobi banget, deh, ngulang-ngulang sesuatu. Mungkin kalo kuping yang dengernya belom copot, bakal diulang-ulang terus sampe kiamat kali.
Belom abis gue ngedumel karena nyokap gue ngulang-ngulang pernyataan yang sama, nyokap bilang lagi,
"Ini tas enak banget walo udah jelek, butut, buluk, tapi masih ibu pake kemana-mana. Sama juga kayak pacar. Nih ya, walo misalnya pacar kamu nggak cakep, nggak cantik, tapi kalo dia ngenakin orangnya, bikin nyaman, gitu, jangan putus, atuh. Kamu mah punya pacar diputusin mulu! Nggak awet amat! Pacaran tu yang lama, paling nggak 3 taun gituuuuuuuu..", sambil bibirnya monyong-monyong (ehm, nggak tau juga sih, gue kan ngadep depan, fokus nyetir).
Seketika gue terkesiap denger kata per kata yang nyokap gue lontarkan. Gue tadinya ngantuk, mau tidur di jalan, jadi nggak jadi tidur, kan.. (yaiyalaaahhh gimana mau tidur? Kan lagi nyetir?!)
Gue jawab ngasal aja, "Iya ya, Bu. Pacar itu kan kayak cangcut kolor yah?! Makin buluk, makin melar, makin bolong-bolong, makin nyaman yah?! Makanya aku jarang beli cangcut baru, abisnya masih betah sama cangcut yang lama sih, bisa memberikan kenyamanan."
Tiba-tiba kepala gue ditoyor dari belakang, seraya nyokap gue bilang,
"Nggilani!! Ya nggak gitu juga kelesss!!"
(Nggilani = menjijikkan - Bahasa Jerman) Dan itu seriusan nyokap gue bilang "keles" nya. Emang kekinian banget, deh, emak gue.
Mengenai pernyataan "Pacar Itu Selayaknya Sebuah Cangcut", filosofi itu sebenernya udah pernah gue kemukakan sebelumnya, dan itu kini jadi salah satu filosofi dalam hidup gue.
Cangcut itu makin lama masa pakenya, makin nyaman dipake. Kalo lo ganti cangcut, beli cangcut baru, itu kan pasti ada adaptasi lagi kan? Cangcut baru itu keliatan bagus, wangi, dan mungkin keren, masih ketat juga, masih belum terbiasa makenya, nggak longgar. Belom lagi kalo dipake, lo masih kerasa lecet sana sini. Pokoknya nggak nyaman deh. Beda sama cangcut yang udah kendor, dimana lo udah tau tata letaknya, sela-selanya, pokoknya nyaman. Belom pernah selama ini gue nemuin cangcut baru yang bisa langsung nge-blend sama diri gue dalam menumpas kejahatan bulu-bulu ketek liar di muka bumi ini (ini apaan sih?). Kalo pacar itu diibaratkan cangcut, berarti sekarang-sekarang ini gue lagi nggak pake cangcut, dan gue belom mikir buat nyari cangcut yang baru, biarkanlah isi cangcut gue itu bebas lepas bagaikan merpati. Eh, enggak, ah, punya gue mah bagaikan gagak donk! #kibasponi.
Tapi terlepas dari itu semua, gue tetep nunggu, kok, cangcut yang tepat yang Tuhan udah sediakan buat membalut isi cangcut gue (sebut saja 'hati') yang sendirian di sana. Hey my next cangcut, I'm waiting for you sooner or later. 😊
Ini kenapa topiknya jadi cangcut gini sih, ih? 😕😒
Maaf ya, daya imaji gue emang akhir-akhir ini lagi liar-liarnya. (akhir-akhir ini??? 😞 )
Oke, segitu dulu yah tulisan maha berat gue tentang cangcut, eh, tentang filosofi hidup.
Buat para readers yang masih puasa, semangat yaa.. bentar lagi buka puasa! Nanti pas bedug maghrib, selamat berbuka puasa yaaaa..!! Semoga puasanya penuh nggak bolong-bolong sampe Hari Kemenangan itu tiba.
Selamat sore.
Tuhan memberkati.
😊😉