Friday 19 June 2015

-19062015-

Subuh tadi, gue bangun selayaknya jam sahurnya orang-orang. Bukan mau ikut sahur, tapi emang kebangun dan nggak bisa tidur lagi. Akhirnya gue (kembali) memilih buat nulis-nulis sesuatu. Nah, seperti yang pernah guru Bahasa Indonesia ajarin ke gue waktu SD dulu, bahwa kalo nulis sesuatu, paragraf pertamanya itu harus dibuat minimal 5 kalimat, yang rata-rata kata-katanya harus berjumlah di atas 50 kata, maka gue ikutin saran guru gue tersebut. Dan jadilah paragraf pertama ini. Haha, yah cerita tentang guru Bahasa Indonesia itu tadi gue tulis cuma buat manjang-manjangin aja, sih, biar kata-katanya lebih dari 50. 😜 Tapi nggak tau juga ini udah lebih dari 50 ato belom. Kayaknya belom deh, ya udah kalo gitu gue tambahin lagi aja ya. Nah kalo ini udah belom, sekarang? Au ah gelap, gue mulai aja deh inti dari topik tulisan gue kali ini.

Gue bersyukur banget punya orangtua yang luar biasa seperti bapak dan ibu gue. Walopun kadang mereka itu tampak ajaib dan absurd dengan cara dan pola pikir mereka sendiri yang suka susah buat ditebak, tapi mereka itu amazing, awesome!! Tulisan ini sih agak serius yah, soalnya bahasannya bertemakan filosofi.. eh, tapi emang lo percaya gue bisa nulis serius? Bisa tau! "S E R I U S".. nah kan, gue bisa nulis "serius".. heheh.. dah ah, masuk ke ranah serius beneran ini yang sekarang.

Tadi malem gue terlibat pembicaraan yang maha berat sama bokap gue. Percakapan mengenai kapan gue disunat lagi, eh, enggak denk, sekali aja cukup. Ntar aja kalo gue mau renovasi tipe, baru gue ke dokter khitan lagi. Engga, lah bukan tentang itu. Pembicaraan yang sarat akan realita dan dinamika hidup tersebut diawali dengan cerita bokap, beliau pernah memimpin doa di suatu sesi kelas tempat beliau ngajar. Oh ya, bokap gue itu seorang (menurut gue nih) ahli bahasa khususnya dalam bidang Bahasa Inggris. Kenapa gue bilang ahli? Gue pernah berkali-kali kritis debat berkonfrontasi sama bokap, mengenai suatu kasus tentang, entah itu grammar, penggunaan sebuah kata, or whatever tentang  Bahasa Inggris, dan hasilnya gue selalu babak belur "dibantai" bokap gue. Gue nggak pernah menang soal itu. Itulah kenapa gue sangat mengagumi bokap gue soal yang satu itu. Misalnya lagi nih ya, gue rasa gue udah bener mengenai sesuatu, gue udah cek ke sana ke mari, gue pastikan di semua sumber, alam semesta bahkan Dewa Zeus pun ngedukung gue, lalu gue ngotot mengutarakan ke bokap gue dan selaluuu aja berakhir sama, mentah semua di hadapan bokap gue, namun begitu gue masih yakin bokap gue salah. Dan yaaa itu, selain ahli Bahasa Inggris, bokap gue juga ahli ngeles, dan eles-annya (ngeles itu kata dasarnya apa sih? eles aja lah ya) itu cukup rasional. Dan akhirnya pengelesan yang dilakukan bokap gue itu memaksa gue, sumber-sumber yang gue percayai, alam semesta dan Dewa Zeus pun tunduk pasrah nerima kekalahan. Itu lah bokap gue, Dewa tertinggi Yunani yang notabene bapaknya Hercules aja dilawan, coba!? Dan kadang diakhir debat kami, bokap gue bilang,

"Kamu itu belom waktunya ngeyel, tapi suatu saat bapak yakin kamu bisa ngalahin bapak."
*sambil senyum-senyum kudalumping makan beling*

Heyeehhh, dipikirnya lagi lomba balap karung kali. 😒

Nah, balik lagi, bokap gue pernah pimpin doa di sebuah sesi kelas. Doanya bersifat umum dan universal, maksudnya nggak bertendensi pada satu agama atau kepercayaan tertentu. Doanya gini:

"Let's pray to adore God, devote ourselves and ask for the grace. Please Lord bless our activities and everybody involve in it. Give us good health and strength to execute what You want and to be in Your line. Please be with us. We all realize You start the work and You too will complete and accomplish it well. You are our life's source, thank you God for everything You've given us. Amen."

Lalu salah satu murid bokap gue nanya,

"In English, Sir?"

"Yah and I don't care. God must know this. Katanya Tuhan Maha Tau, kan? Tuhan pasti ngerti, lah, berdoa pake bahasa apapun."

Raut muka murid cowok itu agak aneh, mungkin menyiratkan ketidaksetujuannya dengan pernyataan bokap gue tadi. Terus bokap ngomong lagi,

"I've learned about many religions and also about -ism. If you are interested, especially about philosophy, come to me, we talk. Itu kalo kamu siap, tapi kalo kamu nggak siap, jangan, nanti bisa jadi gila.."

Proposal yang diajukan bokap gue itu nampaknya bikin dia tiba-tiba terdiam lalu merenung. Dan itu lah kalo mau mengerti filosofi, lo harus banyak-banyak merenung. Makanya gue nggak terlalu suka sama yang namanya mempelajari filosofi. Filosofi itu apa yah.. hmm semacam faham kuat dari sesuatu ato seseorang yang nggak bisa terbantahkan. Ah entah lah, gue juga nggak minat sama bidang filosofi. Bidang gue adalah culinary. Yes, masak! Tapi nggak disangkal juga, filosofi itu ada disemua bidang. Mungkin filosofi itu mbahnya ilmu kali ya. Tanpa disadari, gue juga punya pegangan hidup ato filosofi yang berhubungan dengan dunia chef yang gue tekuni. Filosofi gue,

"Sebagai seorang juru masak, pisau chef itu adalah seorang pasangan hidup. Yang mana lo harus percaya sepenuhnya sama dia, dan sebagai timbal balik, pada akhirnya dia akan memberikan yang terbaik buat lo."

Filosofi semacam ini cuma seorang chef yang ngerti, dan pemikiran ini gue dapet setelah chef gue dulu, cerita gimana beliau memperlakukan chef-knives nya. Tapi jangan diartikan secara eksplisit bahwa gue bakal kawin sama piso gue ye, nggak sesederhana itu juga. Butuh pengertian yang mendalam untuk memahami substansinya.

Nah pembicaraan tadi malem sama bokap gue itu menjalar dan akhirnya mencetuskan pernyataan sekaligus memunculkan sebuah pertanyaan yang sampe tadi pagi masih gue renungkan. Pernyataan itu adalah sebagai berikut:

"Tidak ada itu ada"

Dan pertanyaan yang muncul udah tentu:

"Gimana maksudnya nggak ada kok jadi ada?"

Belom selesai gue memecahkan penyelesaian pertanyaan yang ada di otak gue, bokap gue udah mulai khotbah.

"Salah satu kasus dalam bidang filosofi nih, nggak pernah ada barang yang hilang di dunia ini, yang ada itu cuma "pindah tempat", "pindah kepemilikan". Contohnya kamu punya duit, ada di kantong kamu. Terus kamu lari-lari ngejar angkot, uang itu jatoh di jalan. Terus kamu bilang duit kamu ilang? Enggak! Duit itu tetep ada, hanya sekarang nggak ada di kantong kamu lagi, pindah tempat ke atas aspal jalan raya. Misalnya lagi, motor kamu diambil pencuri. Motormu ilang? Enggak, motor itu tetep ada, cuma pindah kepemilikan. Terus misalnya suatu benda dibakar ato dihancurkan, benda itu dikatakan ilang? Enggak, benda itu tetep ada, hanya berubah wujud! Nah itu!"

Gue dengerin bokap gue sambil manggut-manggut terpana namun tetep imut rupawan dan mempesona (gimana coba itu?)

Bokap gue ngelanjutin kuliah singkatnya,

"Terus, seseorang itu bisa disebut ato dipanggil guru karena apa.. ??"

"Karena dia pinter ato ahli dalam bidang tertentu yang dia geluti!!", jawab gue dengan mantap dan yakin.

Bokap cuma senyum-senyum kudanil sambil bilang, "Bukan, seseorang itu disebut guru karena punya anak didik ato murid. Kalo dia pinter tapi nggak punya murid, hal apa yang bisa membuat dia dipanggil 'guru'?"

Ehmmm.. iya juga sih ya. Pada tahap ini, pemikiran gue sedikit tergoncang dan agak terbuka. Mungkin sedikit dikhotbahin lagi gue bisa gila. Segitu belom ngomongin soal -isme ato agama.

Bokap gue ngelanjutin, "Dan kamu tau, Albert Einstein itu pernah dianggap gila sama orang-orang disekitarnya, kenapa? Karena orang-orang disekitarnya nggak bisa memahami apa yang jadi pemikiran Einstein. Einstein punya pemikiran yang jauh di atas orang-orang sekelilingnya, sampai pada fase dimana orang-orang udah mulai pinter dan bisa nyamain pemikiran Einstein, mereka menyadari bahwa Einstein itu super jenius, tapi terlambat, Einstein sudah tiada. Makanya mencoba mendalami filosofi itu harus siap mental, kalo enggak, kamu bisa dianggap gila ato bisa jadi kamu yang gila beneran."

Seiring dengan beratnya mata gue karena ngantuk, gue pun pamit ke bokap buat tidur, tapi sebelom masuk kamar, gue ngajuin satu pertanyaan pamungkas ke bokap,

"Pak, kalo maksudnya pernyataan 'kosong adalah isi, isi adalah kosong' itu apa, Pak?"

Bokap gue bilang jawabnya besok aja kalo udah jadi gila. 😒😒😒 Lalu bokap gue ngeloyor ke kamar ngeduluin gue, terus tidur.

Haha! Bokap gue nggak tau aja pertanyaan mengenai pernyataan gue tadi itu ada di film Sun Go Kong, Kera Sakti. 😂😂😂 Nah lhooo bingung jawabnya kan, Beh?

Dan gue baru tau jawaban "tidak ada itu ada" adalah sesimpel: suatu keadaan yang "tidak ada" itu ada! Ngerti nggak lo maksudnya? Kalo lo ngerti, selamat.. lo mulai gila! Heheh! Kalo lo nggak ngerti, kasian.. berarti lo nggak cerdas. Nah serba salah kan lo? Itulah filosofi. 😎

Tadi siang nyokap minta gue ngejemput di sekolahnya. FYI, nyokap gue juga seorang pengajar, di sebuah SMU Negeri di Kabupaten Bogor. Dan lagi-lagi, ngajar apaaaaaa? Ngajar bidang bahasa. Bahasa apaaaaaa? Bahasa Inggris!! Jadi 1 keluarga gue itu gen bahasanya kuat banget. Orangtua gue bisa dibilang ahli dalam bidang bahasa. Tapi kalo lo tanya soal-soalan eksakta dan itung-itungan, bokap nyokap gue langsung packing-packing barang terus honey-moon kedua ke Zaire. Nggak bakal deh pertanyaan eksakta dan itung-itungan lo terjawab.

Pas balik dari jemput nyokap gue di sekolah, nyokap bilang suruh mampir ke kedai somay dulu, nyokap pengen banget makan somay (iya,lah! ya kaleee ke kedai somay makannya batu akik!) Oke, akhirnya kami berenti dulu di sebuah kedai "Somay Bandung" di deket perumahan kami.

Satu jam berlalu, kami udah selesai makan somay, nyokap bayar ke kasirnya terus jalan ke parkiran motor, nyusul gue yang udah lebih dulu ke parkiran buat ngeluarin motor. Terus nyokap gue tiba-tiba bilang,

"Tas dari Yona ini enak banget loh. Walo udah butut, udah jelek gini tapi enak banget ini, selalu ibu pake kemana-mana."

(Yona itu nama adek gue)

Gue nggak ngerti kenapa tiba-tiba nyokap gue mengungkapkan betapa enak tas yang disandangnya itu. Gue diem aja, belom menanggapi pernyataan nyokap, gue sibuk men-start-er motor, nungguin nyokap duduk di jok belakang, setelah nyokap gue siap, lalu gue tarik tuas gas.

Akhirnya gue tanggepin juga perihal tas nyokap gue tadi,

"Itu dibeliin Yona, Bu? Dimana?"

"Iya, waktu Yona studi ke Kaohsiung itu. Ini enak banget loh, beneran deh!"

Nyokap gue tuh hobi banget, deh, ngulang-ngulang sesuatu. Mungkin kalo kuping yang dengernya belom copot, bakal diulang-ulang terus sampe kiamat kali.

Belom abis gue ngedumel karena nyokap gue ngulang-ngulang pernyataan yang sama, nyokap bilang lagi,

"Ini tas enak banget walo udah jelek, butut, buluk, tapi masih ibu pake kemana-mana. Sama juga kayak pacar. Nih ya, walo misalnya pacar kamu nggak cakep, nggak cantik, tapi kalo dia ngenakin orangnya, bikin nyaman, gitu, jangan putus, atuh. Kamu mah punya pacar diputusin mulu! Nggak awet amat! Pacaran tu yang lama, paling nggak 3 taun gituuuuuuuu..", sambil bibirnya monyong-monyong (ehm, nggak tau juga sih, gue kan ngadep depan, fokus nyetir).

Seketika gue terkesiap denger kata per kata yang nyokap gue lontarkan. Gue tadinya ngantuk, mau tidur di jalan, jadi nggak jadi tidur, kan.. (yaiyalaaahhh gimana mau tidur? Kan lagi nyetir?!)

Gue jawab ngasal aja, "Iya ya, Bu. Pacar itu kan kayak cangcut kolor yah?! Makin buluk, makin melar, makin bolong-bolong, makin nyaman yah?! Makanya aku jarang beli cangcut baru, abisnya masih betah sama cangcut yang lama sih, bisa memberikan kenyamanan."

Tiba-tiba kepala gue ditoyor dari belakang, seraya nyokap gue bilang,

"Nggilani!! Ya nggak gitu juga kelesss!!"

(Nggilani = menjijikkan - Bahasa Jerman) Dan itu seriusan nyokap gue bilang "keles" nya. Emang kekinian banget, deh, emak gue.

Mengenai pernyataan "Pacar Itu Selayaknya Sebuah Cangcut", filosofi itu sebenernya udah pernah gue kemukakan sebelumnya, dan itu kini jadi salah satu filosofi dalam hidup gue.

Cangcut itu makin lama masa pakenya, makin nyaman dipake. Kalo lo ganti cangcut, beli cangcut baru, itu kan pasti ada adaptasi lagi kan? Cangcut baru itu keliatan bagus, wangi, dan mungkin keren, masih ketat juga, masih belum terbiasa makenya, nggak longgar. Belom lagi kalo dipake, lo masih kerasa lecet sana sini. Pokoknya nggak nyaman deh. Beda sama cangcut yang udah kendor, dimana lo udah tau tata letaknya, sela-selanya, pokoknya nyaman. Belom pernah selama ini gue nemuin cangcut baru yang bisa langsung nge-blend sama diri gue dalam menumpas kejahatan bulu-bulu ketek liar di muka bumi ini (ini apaan sih?). Kalo pacar itu diibaratkan cangcut, berarti sekarang-sekarang ini gue lagi nggak pake cangcut, dan gue belom mikir buat nyari cangcut yang baru, biarkanlah isi cangcut gue itu bebas lepas bagaikan merpati. Eh, enggak, ah, punya gue mah bagaikan gagak donk! #kibasponi.

Tapi terlepas dari itu semua, gue tetep nunggu, kok, cangcut yang tepat yang Tuhan udah sediakan buat membalut isi cangcut gue (sebut saja 'hati') yang sendirian di sana. Hey my next cangcut, I'm waiting for you sooner or later. 😊

Ini kenapa topiknya jadi cangcut gini sih, ih? 😕😒
Maaf ya, daya imaji gue emang akhir-akhir ini lagi liar-liarnya. (akhir-akhir ini??? 😞 )

Oke, segitu dulu yah tulisan maha berat gue tentang cangcut, eh, tentang filosofi hidup.

Buat  para readers yang masih puasa, semangat yaa.. bentar lagi buka puasa! Nanti pas bedug maghrib, selamat berbuka puasa yaaaa..!! Semoga puasanya penuh nggak bolong-bolong sampe Hari Kemenangan itu tiba.

Selamat sore.
Tuhan memberkati.
😊😉

Sunday 14 June 2015

-14062015-

Kali ini gue mau nulis sesuatu yang agak serius, belom jadi pengalaman hidup gue sih, karena gue belom pernah mengalaminya (yaiyalah yaaa!! heh, katanya serius?!) Oh iya, maaf, maaf, lanjut yah. Tapi maaf ya kalo agak panjang, hal ini udah lama berkecamuk dalam pemikiran gue, dan mungkin ini saat yang tepat buat meluncurkan bola salju tersebut ke khalayak umum.

Gue ngikutin, ngamatin dan mengobservasi perilaku global, serta melakukan survey random dari responden yang keseluruhannya adalah wanita, pun yang ada di kehidupan nyata maupun yang terdapat dalam beberapa situs pencarian jodoh, yang mana gue belom pernah ketemu secara langsung alias dunia maya. Timbul pertanyaan yang cukup menggelitik hati sanubari dan jiwa raga ini (halah!).

Pertanyaan itu adalah: ~jeng jeng jeng~

"Kenapa sih kriteria klise 'MAPAN' dan 'BAIK' itu selalu ada dalam benak setiap wanita pada umumnya?"

Kalo para wanita ditanya satu-satu mengenai kriteria pria idamannya, pasti kata-kata "mapan" dan "baik" selalu mengendap di benak kemudian terlontar dari mulut mereka. Ada apa sih dengan keMAPANan dan keBAIKan?

Mapan dan baik.. mapan dan baik.. mapan dan baik. Gituuuuuu terus sampe kiamat. Eh, tapi jangan disanggah dulu, gue ngomong gini bukan asal njeplak aja, ada penjelasannya kok. 😊 Ya, gue tau, tau banget, kemapanan itu berhubungan dengan keadaan finansial. Ada semacam ketakutan laten pada diri setiap wanita untuk hidup susah ketika udah nikah nanti. Ya siapa sih yang mau hidup miskin ketika udah menjajaki bahtera panggung kehidupan yang udah bertaraf serius alias berumah tangga? Nggak ada tho?

Gue mencoba untuk melihat problema ini dari kacamata seorang pria, yang mana berpendapat bahwa ada sedikit keegoisan dari diri wanita yang "mewajibkan" kemapanan itu harus tersemat pada pria yang hendak mengajaknya ke arah hidup yang lebih serius atau menikah, tanpa menguji kadar kepantasan diri sendiri untuk memang mendapatkan seorang pria mapan yang menjadi pasangan hidupnya. Tapi emang nggak semua cewek kayak gitu sih, ini global aja. Buat yang pengecualian-pengecualian, jangan tersinggung yah, realitanya emang kayak gini.

Ada istilah yang pernah gue baca, entah siapa gue lupa pencetusnya, mungkin mantan presiden Zimbabwe pas abad pertengahan jaman revolusi bulu ketek taun 1531, yang bunyinya:

"Hai wanita, jika kamu ingin mendapatkan pangeran, berlakulah sebagai tuan putri, jika kamu ingin mendapatkan seorang raja, berlakulah selayaknya ratu.."

Menurut gue juga sebaliknya, sih, buat pria juga gitu. Kurang lebih kata-katanya kayak di atas tadi. Gue lupa, udah lama juga nggak ketemu si bapak mantan presiden itu, waktu itu hape gue pernah ilang, jadi kontak BBM dia juga ikut ilang, jadi kata-katanya itu gue sadur lagi versi gue.

Namun bagaimana, gue sadari juga sebagai seorang pria, ini nggak bisa dilawan. Hal tersebut diatas bersifat kodrati, bersinggungan dengan aspek kodrat yang cukup sakral, bahwa pria itu bersifat "ME-NYE-DI-A-KAN", iya, memprovide. Pria yang bertanggung jawab itu harus menyediakan sebuah kehidupan yang layak untuk keluarga kecilnya kelak, untuk istri-istri eh, untuk istri dan anak-anaknya, 😜 (intermezzo dikit lah, jangan serius-serius ah, ntar cepet mati loh) demi mendapatkan kebahagiaan rumah tangga. Ya walaupun kebahagiaan itu nggak cuma materi semata. Bahagia itu bisa mengandung multi makna dan deskripsi.

Maka itu gue cukup bosen aja sama kata-kata "mapan" dan "baik" selalu jadi kriteria yang umum dari seorang wanita untuk diterapkan kepada calon pasangan hidupnya. Walopun kadar "mapan" dan "baik" pada kehidupan nyata ini bersifat relatif yah. Nggak semua yang lo inginkan itu bisa lo dapetin, apalagi secara instan.

Dan inget, sebenernya para kaum hawa nggak usah khawatir sih, seorang pria yang BAIK itu akan meMAPANkan dan meMANTASkan dirinya untuk bisa bersanding dan hidup bersama kamu. Ini asli kata-kata gue sendiri, belom pernah gue denger Mario Teguh bilang kayak gini, kalo emang beliau pernah bilang kayak gini, itu berarti gue nggak tau dan nggak pernah nonton Mario Teguh. Haha!

Buat siapapun seorang wanita di luar sana yang bakal jadi pasangan hidup gue kelak, sekarang ini gue kerja keras, gue meniti karir, gue berada di track yang tepat untuk mendapatkan mimpi-mimpi gue, dan meraih kesuksesan serta keMAPANan, juga mempertinggi serta memperkaya kualitas diri gue, but I have to say sorry, ini semua gue lakukan bukan buat lo, ini semua gue lakukan buat nunjukin ke orangtua lo, bahwa gue mampu dan sanggup bertanggung jawab atas diri lo dan anak-anak kita kelak. 😊

Eniwei, pas gue baca ulang dari atas, gue sendiri heran dan tercengang, pemikiran yang segini detail dan rumit bisa tercipta di otak gue yang kadang-kadang kurang se-ons ini. Padahal gue baru bangun tidur loh ini. Mau ibadah sore nanti jam 5, tapi gue masih ngantuk. Gue tidur lagi aja deh.

Happy Sunday readers.
God bless you.

😊😉

Sunday 7 June 2015

-08062015-

Hari ini gue udah kembali berada di Ibukota Parahyangan karena ada keperluan yang harus gue selesaikan. Entah kenapa gue selalu semangat kalo harus berkunjung ke kota ini. Kayak ada sesuatu bahkan banyak-suatu hal yang bikin gue nagih buat ke sini-sini lagi. Yah bisa dibilang batin gue udah terikat kuat sama kota ini. Kota ini pernah membesarkan gue selama kurang lebih 7 taun. Iya, nggak bisa gue ungkapin dengan kata-kata biasa, gimana cintanya gue sama Kota Bandung.

Anyway, hai, ketemu lagi sama tulisan gue yang agak panjang ini. 😁 Entah sejak kapan gue seneng nulis. Lo percaya nggak sih, kepribadian seseorang itu tercermin dari apa yang dia tulis? Yah dengan lo baca tulisan-tulisan gue, sedikit banyak lo bisa menilai pribadi gue seperti apa. Gue sebenernya cuma pengen ngubah image orang terhadap gue aja karena banyak orang yang belom kenal gue, pasti menjudge kalo gue ini jutek, sombong, blagu, imut, rupawan dan mempesona. Eh, ehm yang 3 belakang itu fiktif, denk. 😁 Gue heran deh, mereka itu liat gue dari sisi mananya ya, sampe bisa bilang gitu. Ya emang sih, gue kalo belom kenal orang, ya gue orangnya cenderung diem. Ya kaleee belom kenal, gue udah ngajakin somplak aje? Dan dengan menulis, pengetahuan gue bisa nambah banyak. Misalnya, gue pengen menggambarkan sesuatu dengan kata-kata yang nggak lazim, nah gue harus cari tau, bener nggak kata-kata itu tepat kalo gue pake, akhirnya gue cek kamus, ato googling. Pokoknya sebisa mungkin gue nggak menyampaikan sesuatu yang salah ke ranah umum. Ya tapi kalo 1 ato 2 kali pernah salah, ya mohon dimaafkan lah yaaa, karena seorang Chris adalah manusia, bukan malaikat juga tau siapa yang jadi juaranya. Eh, itu mah lagu, denk. Ya, gitu deh pokoknya. Gue pengen melalui tulisan-tulisan gue, gue bisa menjadi berkat buat orang lain. Ya walopun mungkin apa yang gue tulis itu semua merupakan kekonyolan kadang kebodohan gue dalam menjalani kehidupan ini, setidaknya itu bisa jadi hiburan buat yang baca. Setidaknya gue nggak mau men-share ratapan gue ke khalayak ramai, biar orang tau gue yang happy-happy nya aja. Udah gitu aja sih. 😊

Kemaren gue berangkat dari Bogor jam 2 siang. Kayak biasa, gue ditemenin Si Putih, Honda Beat punya nyokap gue yang emang nggak pernah dipake sama nyokap gue karena beliau nggak bisa naek motor. Ya dengan kata lain secara "de jure" ato secara hukum, kepemilikan Si Putih di BPKB dan STNK emang atas nama nyokap gue, tapi secara "de facto", secara kenyataannya, Si Putih ini udah gue akuisisi secara penuh karena di rumah pun, gue yang selalu pake. Paling kalo nyokap gue mau kerja, gue yang anterin pake Si Putih. Selebihnya, Si Putih selalu menjadi yang terdepan untuk nemenin gue kemana-mana di Bogor. Ade gue di Jogja, dia punya kendaraan sendiri, bokap juga punya kendaraan sendiri. Cuma nyokap aja yang masih ngangkot, karena emang nggak berani bawa kendaraan sendiri. Gue sebenernya punya motor sendiri, Kawasaki Athlete warna ijo, tapi karena 1 dan lain hal, motor itu nggak bisa gue pake. Dulu waktu keluarga kami belom punya motor, jaman gue SMA, gue pengeeeeeennn banget punya motor, karena waktu itu gue berpikir, enak banget kalo punya motor, bisa kemana-mana bebas dan bisa nganterin balik cewek kecengan gue. Haha, pemikiran jaman SMA banget. Itu pemikiran umum semua anak laki-laki pas SMA nggak sih? Apa cuma gue doank? Ditambah lagi, temen-temen maen gue pada punya motor. Ya gue bukannya jadi nggak ditemenin sama mereka sih, tapi gue jadi nggak enak aja kalo balik sekolah harus ikut bareng mereka. Lama-lama jadi minder juga.

Sampe suatu saat keinginan gue untuk punya motor itu begitu memuncak, pulang sekolah, gue langsung ke gereja, buat berdoa di sana. Saat itu hari Jumat, gue inget banget, karena seragam gue hari itu beda dari biasanya, bukan putih abu-abu, tapi putih biru navy. Gereja sama sekolah gue nggak begitu jauh, gue tinggal jalan ke sana. FYI, gereja gue gereja Protestan, sedangkan sekolah gue adalah salah satu sekolah swasta Katolik di Bogor, jadi kalo gue mau berdoa, gue nggak ke kapel sekolah, ya walopun sama aja, sih, menurut gue, mau berdoa di kapel sekolah juga nggak apa-apa. Tapi saat itu gue pengen aja berdoa di gereja gue sendiri. Sampe di gereja, karena itu bukan Hari Minggu, keadaan sangat sepi, cuma gue sendiri. Gue langsung ambil posisi duduk di bangku, gue berdoa. Gue curhat sama Tuhan bahwa gue pengen banget punya motor, pengeeeeeennnn banget. Saat itu gue bener-bener berserah penuh sama Tuhan, gue inget 1 ayat di bible, yang kira-kira isinya: apapun yang kamu minta dengan bersungguh-sungguh, maka kamu akan mendapatkannya.

Perlu diketahui, bokap nyokap gue nggak ngebeliin gue motor saat itu bukan karena mereka nggak mampu beli, tapi mereka menilai gue belum saatnya punya motor. Dan gue pikir-pikir sekarang, bener juga sih, saat itu gue belom dikasih Tuhan untuk punya motor, karena gue emang belom butuh. Sekitar taun 2009, baru gue diizinkan Tuhan punya motor, karena emang buat kerja, dan lebih membanggakannya lagi, motor itu gue beli dari hasil kerja gue, murni nggak ada kontribusi dari siapapun. Nah sekarang, sangat kontras dengan masa itu. Sekarang di rumah malah bebas milih kendaraan, nggak cuma 1. Puji Tuhan. Tapi malah gue males kemana-mana. Kalo nggak penting-penting amat, gue nggak pernah keluar. Gue pake motor paling kalo keluar nemenin nyokap belanja, itu doank. Sama buat gue kerja pastinya. Ternyata bener, Tuhan tau yang "dibutuhkan" umatNya, bukan yang "diinginkan" umatNya. Segala sesuatu ada masanya. Untuk sesuatu yang kamu miliki, syukurilah, untuk sesuatu yang belum kamu miliki percayalah kamu belum membutuhkan itu.

Eh buset, jadi panjang gitu, tadi gue mau cerita apa yah? Oh iya, kemaren gue berangkat dari Bogor jam 2 siang. Gue ke stasiun dulu, jemput temen gue, Kurniawan, abis itu kami sama-sama ke Bandung. Dia mau bareng gue karena kemaren pulang dari Bandung, motornya mengalami kerusakan, entah, mungkin stangnya copot ato bannya jadi trapesium, nggak tau juga.

Dari Bogor, motor gue pacu dengan kecepatan standar. Sekitar setengah jam kemudian, kami udah sampe di jalur Puncak. Tiba-tiba hujan gerimis turun dengan derasnya. Ngerti nggak maksudnya ujan gerimis tapi deres? Ya maksudnya ujannya nggak gede, rintik-rintik gitu, tapi banyak. Ya gitu deh pokoknya. Kami menepi untuk berteduh dulu. Kami berenti di depan sebuah rumah makan. Sambil berenti, nggak jauh gue liat tukang cilok. Akhirnya gue ngajak Kurniawan buat makan cilok sambil nunggu ujan reda.

Sambil makan cilok, Kurniawan nyeletuk,

"Ah elu, Dri, style kita udah pembalap banget gini, keren, pake jaket rider, sarung tangan, helm full face, ah elah lo ngajaknya makan cilok."

Lah, ya nggak apa-apa kan yak. Kan sambil nunggu ujan doank. Terus kalo pembalap harus makan apa? Beling? Rumput?

Nggak lama, ujan udah rada reda. Gue memutuskan untuk kembali meneruskan perjalanan.

Sampai pada titik tikungan maut itu. Gue memperlambat laju kendaraan. Gue selalu extra hati-hati kalo lewat situ. Gue teringat kejadian memilukan 5 taun lalu.

Saat itu taun 2010, pake motor Kawasaki ijo, gue datang dari arah Bandung mau pulang ke Bogor. Ujan gerimis turun cukup deras. Mesin motor gue geber  dengan kecepatan sekitar 70-80 km/jam. Saat itu gue pake helm full face, yang kacanya nggak tembus pandang dari luar. Jadi kalo diliat dari luar, kaca helm gue kayak hologram gitu. Dan pandangan gue keluar pun nggak begitu terang, agak gelap, tapi tetep gue bisa liat ke luar.

Sampai di titik maut itu, gue liat dari dalem kaca helm, gue tau itu ada tikungan ke kanan, dan gue prediksi itu masih sekitar 50-100 meter di depan, karena gue nggak cukup yakin, gue agak buka sedikit kaca helm, dan setelah gue buka, ditambah lagi keadaan udah malem, ternyata prediksi gue meleset. Jarak tikungan yang gue kira minimal masih 50 meter di depan ternyata cuma tinggal sekitar 15-20 meter aja gitu loh. Gue panik, karena jarak perlambatan kendaraan yang mana kecepatan gue diatas 70 km/jam nggak akan cukup buat berentiin kendaraan sampe bener-bener berenti. Gue udah tarik dan injek rem depan sama belakang. Gue ngerasain banget itu ban motor gue dua-duanya udah berenti, tapi ban motor berenti muter, belom tentu otomatis kendaraan berenti saat itu juga, masih ada sisa kecepatan perlambatan, ditambah lagi jalan licin karena ujan. Dan saat itu yang gue lakukan cuma teriak, "aaaww.. oh yessss.. oh noooo!!" eh enggak-enggak, bukan itu. Gue cuma terpekik pendek, "aaakh..!!" lalu tercekat seiring motor gue nabrak batas pengaman sisi jalan. Tau kan pengaman sisi jalan yang biasanya dipasang di tebing-tebing tinggi, buat membatasi jangan sampe masuk jurang. Nah motor gue nabrak itu. Bersyukur gue yang pertama, terima kasih Tuhan, gue nggak lantas terbang masuk jurang. Ya bukan jurang sih, cuma kebon tanaman teh, tapi itu letaknya jauh, sekitar 20-25 meter di bawah sana. Kawasaki ijo gue nyangkut di pembatas jurang itu, sedangkan gue terpelanting ke kanan,  ke arah jalan raya. Bersyukurnya gue yang kedua, terima kasih Tuhan, di belakang gue nggak ada bus ato truk ato kapal selam ato kapal pesiar yang melintas, karena kalo ada, dipastikan elo nggak akan bisa baca tulisan gue ini sekarang. Iya, mungkin gue udah tutup usia alias mati ganteng saat itu.

*bummm*
(ini bunyi orang jatoh ala Western, mungkin kalo dikonversikan ke ala nusantara *gedebug* kali yah?!)

Gue jatoh dengan posisi tengkurep ato telungkup. Secara reflek, gue langsung bangun, nggak gue rasain segala luka dan lebam yang ada di badan gue. Yang gue pikirkan saat itu, cuma motor gue. Itu motor bisa nggak, gue bawa jalan lagi buat nerusin jalan ke Bogor. Kalo nggak bisa, mati gue! Di tengah pegunungan gitu, gue mau bermalam di mana?
Saat itu ada beberapa orang yang di sekitar situ yang bantuin bediriin motor gue. Mesin motor gue masih dalam keadaan nyala. Gue cek semua keadaan motor, lampu masih oke, hanya pecah fairingnya. Plat nomer depan gue renyek, nyaris nggak kebaca. Stang bengkok. Tapi gue rasa masih bisa lanjutin perjalanan lagi. Gue udah nggak memperhatikan pertanyaan dan omongan apa-apa dari orang-orang yang nolongin gue.

Abis gue cek keadaan motor, gue pegang helm gue, ternyata kacanya lepas, pas gue liat jalanan sekitar, ada bekas pecahan kaca plastik berkeping-keping, mungkin kelindes kendaraan lain, nggak tau juga. Setelah gue merasa yakin bisa lanjutin perjalanan, gue bilang makasih sama orang-orang yang nolongin gue. Pas gue udah duduk di jok motor, siap berangkat lagi, ada orang yang manggil-manggil gue dari belakang. Gue nengok, dia kayak lagi ngangkat sebelah tangannya sambil ngacungin sesuatu, nggak keliatan jelas karena itu udah malem dan dia berdiri nggak di bawah penerangan. Dia lari ke arah gue sambil terus ngacung-ngacungin benda warna putih. Gue pikir, aduh gue nabrak siapa nih?

~ jeng jeng jeng ~

Ternyata oh ternyata..

Orang itu mau ngasihin sebelah sepatu gue yang copot. Busettttt gue sampe mati rasa gitu kaki gue sebelah nggak pake sepatu nggak kerasa. Gue turun sambil terpincang, gue pake sepatu kanan gue, lalu gue bilang makasih lagi. Bersyukurnya gue yang ketiga, terima kasih Tuhan, ada orang-orang yang dengan baik hati nolongin gue. Kemudian gue pun lanjutin perjalanan.

Kalo orang abis jatoh gitu, biasanya kan nggak berani jalan dengan kecepatan biasa kan? Pasti lebih lambat. Dan gue pun begitu. Gue bawa motor kira-kira 15-20 km/jam, karena gue takut ada apa-apa juga sama motor gue, jadi gue pelan-pelan. Sepanjang jalan balik ke Bogor, gue nggak berenti-berenti berdoa sambil gemeteran. Akhirnya, perasaan dan keadaan gue udah kembali tenang. Gue udah bisa memacu lagi motor gue sekitar 60-70 km/jam lagi. Bukan apa-apa, gue pengen cepet-cepet sampe rumah, buat bersih-bersih. Sepanjang jalan, gue mulai ngerasain sakit di sekujur badan gue. Ada ngilu yang amat sangat di lengan kanan gue. Mungkin ditambah lukanya kena angin, itu rasa ngilunya sampe ke bagian ketiak.

Sampe di lampu merah Pasar Ciawi, di bawah penerangan lampu pasar, gue liat jam, jam digital di tangan kiri gue menunjukkan pukul 10. Dan sambil nunggu lampu ijo nyala, gue mulai memperhatikan tangan gue, gue cari bagian mana yang luka. Baru gue sadari, gelang besi di tangan kanan gue lepas, ilang entah kemana. Pas gue liat telapak tangan kanan gue.. seketika itu gue pucet. Telapak tangan kanan bagian bawah kiri, deket pergelangan tangan gue, sobek cukup panjang. Dan itu pas gue angkat tangan gue, darahnya ngalir gitu doooonkkkk ke arah siku gue. Gue lemes seketika. 😩😵😖 Lemes selemes-lemesnya. Walo keliatannya sangar gini, gue phobia darah. Ngeri banget kalo liat darah.

Lampu ijo nyala dan gue lanjutin jalan lagi, tapi kali ini karena efek lemes, gue nggak bisa bawa motor lebih dari 10 km/jam. Itu rasanya tiba-tiba badan kerasa dingin semua. Ya gue tau itu sugesti, sih, buktinya sebelom gue tau pendarahan itu, gue masih bisa bawa motor sampe kecepatan 70 km/jam lagi. Jadi lebih baik gue nggak tau aja ya kalo gue luka. 😣😫

Anyway, gue masih nyimpen dokumentasi penampakan luka-luka gue waktu itu. Sengaja nggak gue submit demi alasan kenyamanan, tapi kalo lo mau liat, ntar gue share, jadi pada nggak bilang tulisan gue ini hoax belaka.

Oke, lah.. cukup dengan cerita memilukan itu.
Kemaren gue bisa melalui jalur Puncak dengan lancar, masih seperti biasa, dengan julukan "Left Side Racer", skill gue yang mana suka mendahului kendaraan di depan dari sisi kiri, gue berhasil menaklukkan banyak kendaraan. Gue tau itu bahaya, tapi gue percaya dengan penyertaan Tuhan dan skill gue, gue bisa menghadapi itu. Abis gue sebel, orang tuh kalo bawa kendaraan tu klemar-klemer, lamaaakkk nggak bisa cekatan. Kalo orang Jawa bilang: nggak bisa cak-cek! Udah mah lambat, terus selalu nutupin sisi kanan, ya udah tho, gue manfaatkan sisi kiri. Hwleeeeee!! 😝😝😝

Sesampainya di sekitar Karangtengah-Cianjur, gue berasa Si Putih agak oleng jalannya. Gue berenti dulu, terus minta Kurniawan turun. Pas gue cek ternyata ban belakang gue bocor, tapi belom abis banget anginnnya. Gue memilih untuk tetep bersyukur sama Tuhan, nggak sampe terjadi kecelakaan akibat bocornya ban motor gue, dan bisa diketahui dari awal bahwa ada yang nggak beres sama ban motor gue.

Sambil ketawa-ketawa sama Kurni, gue turun dari motor, nuntun menyusuri jalan raya nyari tempat tambal ban. Dan gue kembali mengucapkan syukur, nggak jauh dari situ kira-kira 200 meteran lah, ada sebuah tempat yang gue namakan surga. Eh, beneran lho, saat-saat kayak gitu, tempat tambal ban itu bak surga tau!! Kayak mata air di tengah padang gurun yang tandus, bagaikan pangeran tampan di antara para bidadari (halah! ini apa sih?)

Dan gue pun nuntun motor ke sana. Setelah bilang ke abangnya bahwa ban motor gue bocor, dan si abang mulai mengeksekusi ban motor gue, gue pun duduk di bangku kayu yang ada di situ. Nggak berapa lama muncul 2 anjing kecil yang lucu. Warna coklat sama putih. Lucuuu banget! Awalnya gue agak takut mau megang, karena terlihat aktif banget. Tapi lama-lama gue berani juga. Gue usap dulu kepalanya. Terus mereka mulai gigit-gigit tangan gue. Abis dah tuh tangan gue dijilatin. Buat yang anti sama anjing, jangan khawatir, abis itu gue mandi pake pasir sama susu kok, terus luluran pake madu.
Selama ban motor gue ditambal, gue terus bermain-main sama 2 anak anjing itu. Pengen gue peluk. Hihi. Untuk foto-fotonya gue attach di bawah kok, bukti otentik, dan bukan hoax.

Gue berharap si abangnya beres nambal bannya besok sore aja karena gue masih pengen maen sama 2 anak itu. 😂 Abang itu namanya Bang Charles, diliat dari raut wajahnya, gue tebak dia orang Batak. Wih seorang yang ahli dalam bidang ban rusak aja namanya Charles, keren banget ya, beda sama gue, cuma "Adri" doang. 😞😕 Dan Bang Charles ini terlihat juga sayang sama 2 anak tadi, selama Bang Charles nambal ban gue, 2 anak tadi ikut ngerubungin motor gue, jilat-jilat tangan Bang Charles, tanpa dapet bentakan ato hardikan dari Si Abang. Seneng gue ngeliat 2 anak ini bermain-main. Selang 45 menit kemudian ban gue beres, sambil ngasih duit sepuluh ribuan, gue tanya sama abangnya, nama dari 2 anak itu, ternyata mereka nggak dikasih nama. Oke gue namain aja mereka Browny dan Whitey. Haha. Dan gue janji suatu saat balik lagi ke sana buat nengok mereka. Gue pun melanjutkan perjalanan ke Bandung dengan hati tenang karena ban udah nggak masalah dan bensin masih banyak.

Selama sisa perjalanan ke Bandung, gue nggak berenti mengucap syukur. Terimakasih Tuhan buat ban yang bocor, karena mungkin kalo ban motor gue baik-baik aja, gue nggak kenal sama Bang Charles dan 2 anak kaki empatnya. Gue percaya itu bukan suatu kebetulan, gue percaya suatu saat nanti, pasti gue akan dipertemukan kembali sama Bang Charles karena suatu alasan lain entah apa. Jadi pribadi yang bersyukur itu banyak positifnya. 😊

Oh iya gue mau berpesan buat yang biasa mengendarai motor, jangan pernah megang bahkan menggunakan hape sambil mengendarai. BAHAYA tau! Bahaya itu juga bukan cuma buat lo sendiri, tapi buat orang lain juga. Terus ya, kalo misalnya pas tengah-tengah berkendara, salah satu bagian tubuh lo ada yang gatel, kalo lo nggak punya skill riding yang meyakinkan, jangan maksain garuk-garuk sambil nyetir.. sekali lagi BAHAYA! Mendingan lo berenti menepi, baru dah tu garuk-garuk sepuasnya. Kalo belom puas, pake garpu juga bole. Dan kalo bisa, tiap lo berkendara motor, jangan lupa pake sarung tangan, jadi ~amit-amit~ kalo jatoh, tangan lo nggak kontak langsung sama aspal. Paling nggak sarung tangan lo yang sobek. Dan 1 lagi, pake kaca helm yang bening aka transparan aja, jangan yang high UV-protection, itu bisa menipu pandangan lo.

Dan untuk kesekian kalinya, berikut yang kemaren, gue sampe di Bandung dengan tanpa kurang suatu apapun. Terimakasih Tuhan Yesus untuk penyertaanMu. Mohon doa kiranya urusan gue cepet selesai dan gue bisa mengatasinya dengan baik.

Good afternoon readers.
Tuhan memberkati.

Friday 5 June 2015

-05062015-

Hari ini judulnya sambil nungguin motor, ngajak jalan-jalan Chelsea sebelum gue balik ke Bogor. Dan gue nggak akan ngulangin ke-bego-an gue yang kemaren, yang begitu aja ngelepasin Chelsea tanpa pengikat. Hari ini GUE PAKEIN TALI KEKANG DI LEHERNYA CHELSEA. Cerdas kan gue? (ah biasa aja sih!).

Chelsea ini anjing yang hiperaktif sekali. Gue ditarik-tarik kesana kemari. Daaaaannnn.. Chelsea ini juga cerdas, gue baru tau dari Chelsea bahwa di belakang kompleks ada cewek yang punya golden retriever. Lumayan cakep juga. Hihi. Good boy, Chelsea! 👍 Gue heran, cowok kok namanya Chelsea. Mungkin nama panjangnya Chelseawan kali yah, entah juga. Sekedar FYI aja, Chelsea ini punyanya ibu kost gue.

Hahahaha.. asik, nambah temen lagi. Seneng aja gitu rasanya kalo punya temen sesama dog lover. 😜 Tapi sayangnya gue cuma dapet nama anjingnya aja. Bambang, eh, bukan.. Cesar. Nama kok keren banget yah.. kalah gue, cuma "Adri" doang.😒 Mungkin besok-besok pas jogging bareng, gue bisa minta nomer hapenya, deh. Nomer hapenya Cesar maksudnya. 😜 Tadi gue cuma mampir bentar di depan rumah cewek itu. Kami saling usap-usap dan elus-elus. Eh, maksud gue, gue elus-elus Cesar, dan cewek itu ngusap-usap Chelsea gitu, jangan nethink dulu donk! 😥😒 Udah gitu terus gue ngelanjutin jalan-jalan sama Chelsea.

Selang 20 menit gue jalan-jalan sama Chelsea, gue papasan sama 2 cewek, dari outfit sih mereka keliatan kayak anak kuliahan gitu. Pas liat Chelsea, serta merta mereka memekik,

"Ih lucu bangeeetttt! Galak nggak, Kak?"

"Kalo sama yang belom kenal sih galak, tapi kalo udah kenal, enggak galak kok", kata gue seraya senyum manis semanis-manisnya, mungkin kalo ada orang lewat yang ngeliat senyum gue tadi itu, langsung diabetes stadium 27 kayaknya.

Temennya yang satu lagi nyeletuk, "ih tapi kakak nggak cocok bawa anjing ini, kekecilan anjingnya"

For Your Information aka FYI, Chelsea ini jenis anjing Min Pin. Kalo nggak salah singkatan dari Miniature Pinscher, yang mana badannya kecil banget, walo umurnya udah tua. Dan Chelsea ini umurnya udah lebih dari 5 taun. Kaget nggak lu? Gue sih kaget waktu tau. Gue pikir dia emang masih kecil.

Nggak tau ya kesimpulan apa yang bikin si cewek itu bilang gitu ke gue, mungkin karena ngeliat postur badan gue yang besar, sedangkan Chelsea mungil kayak kutil. Gue cuma bales senyum aja, tapi nggak semanis yang tadi.

"Teros? Lo pikir gue kudu bawa komodo gitu, biar keliatan ideal? asemmm!", pikir gue. 😒

Nggak lama setelah itu gue balik ke kostan, dan siap-siap untuk pulang ke Bogor.

God bless my way.

Happy weekend readers.

Tuhan memberkati. 😊

*Jalan-jalan santai di siang bolong yang terik hari ini disponsori oleh leash-rope belang-belang merah item*

Tuesday 2 June 2015

-02062015-

Ini adalah blog pertama gue di Bulan Juni. Hey, June! Please be nice ya, baby! 😜 Sebenernya detik ini, nggak banget buat nulis-nulis karena gue lagi nungguin ujan reda, di pinggir jalan, di bawah tenda gerobak pedagang onde-onde yang belom buka. Kalo kata nyokap gue, keadaan gue sekarang ini biasa disebut "kayak monyet nggak laku". Ah nggak apa-apa yah, belom laku-laku juga, kan ibarat mobil, Jaguar kan lakunya nggak secepet Xenia, iya nggak?! (apa sih, nih?)
Nah daripada bencong, eh, bengong kan, takutnya malah ketiduran di tenda mamang tukang onde-onde, mendingan gue nulis-nulis sesuatu. Bisa lebih produktif.

Taun ini kayaknya hasrat gue nulis begitu menggelontor (bosen kalo pake "menggelora" mulu mah). Banyak tulisan yang nggak penting-penting yang gue tulis. Agak nyampah, sih, but I hope ada yang mau baca deh. Hehe.

Agaknya selain culinary, passion gue juga ada di bidang menulis deh, tapi nulis-nulis yang remeh-remeh gitu. Gue nggak sanggup kalo harus nulis yang berat-berat yang membutuhkan observasi berkesinambungan, pemikiran yang complicated, anal yang dalam, analisa maksud gue! Jangan dicela dulu donk ah! 😒 Biarin aja tulisan yang berat-berat mah jadi tugasnya orang-orang semacam Nick Vujicic, J. K. Rowling, Dan Brown, Maria Sharapova. Eh, Maria Sharapova mah bukan penulis denk, atlet polo air. Nah, bagian gue yang tulisan dodol-dodolnya aja. Kayak gini ini, yang nggak membutuhkan pemikiran rumit. Cuma butuh daya ingat yang tajam buat menceritakan kembali detail kronologis setiap kejadian yang gue alami sama kamus.

Ceritanya kan besok gue dapet panggilan interview dari 2 hotel besar di Bandung. Dan perjalanan gue kali ini ke Kota Kembang diwarnai dengan perseteruan 2 brand otomotif ternama dari Negeri Sakura. Iya, Kawasaki sama Honda. Awalnya perjalanan gue adem ayem aja dari Bogor. Menyusuri jalur Puncak, gue masih riding dengan santai sambil menikmati udara dingin yang tiba-tiba menyergap. Di Puncak itu aneh loh, matahari terik bersinar, tapi udaranya dingin. Ya gitu, deh pokoknya. Jarak demi jarak ditapaki ban motor gue, sambil headset tersumbat di telinga, gue mengendarai Si Putih dengan riang gembira bersukaria, goyang-goyang, joget-joget, manggut-manggut di atas jok motor mengikuti alunan nada lagu beserta ketukannya.

Sampe depan Istana Cipanas, gue berhenti sejenak, mengamati keadaan sekitar. Gue inget temen gue, sesama pecinta anjing juga, namanya Diyose, gue biasa nyapa dia "Diy", semacam panggilan sayang gitu deh (hahahaha!!😜), dan dia saat ini lagi ada di Cipanas, di rumah budenya. Dia punya anjing 2 ekor, cewek cowok, jenis Kintamani sama Pomeranian, namanya Tami sama Lessy. Diy suka nyingkat nama anjingnya jadi Tessy, eh bukan, MiLes (Tami & Lessy), lucu ya, "MiLes" kayak nama kapal Ferry di Pulau Harapan. Hehe. Cewek manis asal Kota Malang itu ternyata bukan cuma pecinta anjing, kucing kurus kelaparan di sekitar rumahnya juga dikasih makan. What a kind-hearted lady. 😊👍Kasih makannya juga pake dog food, dan ajaibnya itu kucing suka sama dog food yang dikasih sama Diy. Gue rasa itu kucing reinkarnasi dari Scooby Doo deh.

Beberapa waktu lalu, Diy pernah cerita ke gue, di deket rumah budenya, ada anjing jenis Golden Retriever, namanya Miko. Sedih gue sama keadaan Miko, tiap hari dia selalu diiket ke pager ato ke pohon di dalem rumah pemiliknya. Kerjanya tiap hari cuma bengong jaga rumah. Tapi kalo disuruh ngerjain laporan keuangan, Miko juga nggak bisa sih. Itu padahal halamannya luas loh, kenapa nggak dilepas aja gitu, ya? Udah gitu awalnya nggak pernah dikasih minum. 😖😔 Sampe akhirnya Diy melakukan PDKT sama yang punya Miko, minta ijin supaya boleh mengunjungi Miko, dan puji Tuhan, diperbolehkan. Jadinya tiap ada waktu, Diy selalu mampir ke tempat Miko buat ngasih makan atau minum dan sekalian nemenin maen. Gue ikut seneng karena Miko setidaknya ada yang nemenin. Gue suka miris aja gitu kalo anjing tu diperlakukan cuma bener-bener seperti binatang. Hey, they are not just pets, they are family!

Ada beberapa foto Diy sama Miko, dan gue suka banget sama foto mereka yang seolah lagi toss gitu. Keliatan banget dari sorot matanya kalo Miko lebih merasa bahagia. Miko jadi nempel banget sama Diy. Kalo Diy mau pulang, Miko suka pengen ikut gitu. Miko suka peluk Diy dan Diy suka peluk Miko. Mereka saling peluk-pelukan. Terus gue siapa yang meluk donk? Miko bikin gue jelez aja. Pffffffft, gue kan juga pengen dipeluk Diy, eh, dipeluk Miko. 😜

Tadinya gue mau mampir ke tempat Diy, pengen maen sama MiLes sama Miko, tapi gue terburu waktu udah ditungguin temen gue di Bandung, akhirnya gue lanjutkan perjalanan lagi. Kapan-kapan aku mampir sana ya, Diy! Jagain Miko yaaa.. 😊 salam untuk Miko sama MiLes, Diy! 👋😉

Nah perseteruan antara 2 brand otomotif dari Jepang yang gue sebutin tadi, dimulailah di sini. Gue ketemu Motor Kawasaki putih 250 CC bernomor polisi D 4949 GW itu di Cianjur. Awalnya sih biasa-biasa aja, tapi karena mungkin dia kesel gue selalu bisa nyusul dia, dia jadi panas juga. Tiap mau nyusul gue balik, dia selalu geber mesinnya di sebelah gue sambil ngiringin laju motor gue. Sejak itu kejar-kejaran pun terjadi. Bukan dengan kekerasan sih, tapi seru aja gitu, jadi ga kerasa perjalanannya karena gue fokus sama Motor Kawasaki putih itu.

Pada suatu momen, gue berhasil nyusul dia tapi lewat kiri, lewat sisi sempit di kiri mobil. Jadi posisi dia di kanan mobil. Dan karena body motor-nya yang gede, nggak memungkinkan buat dia nyusul mobil di depannya kalo ada kendaraan dari arah berlawanan. Sedangkan gue melenggang jauh meninggalkan dia, setelah gue tarik gas pol dari sisi kiri mobil. Dan dia tetep tertahan di belakang mobil tadi.

Selama sekitar 15 menit gue berhasil memegang posisi puncak, lalu Kawasaki putih itu berhasil merebut kembali tempat terdepan, karena jalanan emang lagi lengang. Ya jelas kalah lah gue, CC mesin gue kan cuma 100-an doank, sama otopetnya Teletubbies aja masih cepetan otopetnya Teletubbies. 😒😒😒

Kejadian berulang, kali ini bukan mobil, tapi truk besar. Setelah gue pacu dengan kecepatan tinggi, akhirnya Kawasaki putih itu ada tepat di depan gue lagi, tertahan truk besar tadi. Tapi sekali lagi, di sini bukan semata kecepatan, tapi skill juga maen dan skill berkendara gue kalo buat kayak gini-gini, bisa dibilang cukup mumpuni. Gue berhasil memanfaatkan celah di kiri truk buat mengeliminasi Kawasaki putih itu. Dan gue berhasil lagi. Tadinya gue mau coba spekulasi nyusul lewat kanan, tapi truk itu selalu mepet ke kanan terus, alhasil Kawasaki itu juga nggak bisa dapet ruang yang cukup untuk melibas jalan. Gue coba-coba pancing supaya truk mepetin gue ke kanan, dan secepat kilat gue bermanuver ke kiri masuk ke celah terbuka dari truk itu. Dan biasanya kalo ada yang mepetin gue ke kanan, dia bakal telat mepet ke kiri buat nutup celahnya itu. Dan hasilnya, gue kembali memimpin pertarungan sengit dan unggul jauh di depan. Kalo dalam keadaan di jalanan begitu, segala atribut chef gue tanggalkan, gue sekarang seorang racer! 😎

Ya wajarlah ya kalo nggak lama, itu Kawasaki putih gue liat di spion udah ngekorin gue lagi. Gue tetep tahan gas gue di angka 90 km/jam. Kawasaki itu belom bisa nyusul gue karena banyak kendaraan dari arah sebaliknya. Ditengah-tengah adu cepat itu, gue liat jarum 'gasoline meter' udah hampir nyetuh huruf E di zona merah. Wah gue kudu beli bensin nih. Akhirnya di Padalarang pas ada plang merah bertuliskan "Pertamina" gue langsung nyalain lampu sign ke kanan, tanda mau belok. Gue belok ke pom bensin, dan gue biarkan Kawasaki putih tadi merebut posisi depan. Berarti gue nggak kalah donk? Gue hanya mengalah. 😜

Setelah isi bensin, gue sempet berenti dulu agak lama, benerin dan masukin duit kembalian ke dompet, terus benerin headset, buka helm, ngupil-ngupil dulu, bersihin lobang idung pake tissue. Busetttt itu item banget men! Abis itu gue jalan lagi. Dan gue pacu kuda besi gue dengan kecepatan menyentuh 100 km/jam. Banyak gue nyusul kendaraan. Dengan velocity kayak gitu, kalo cuma Satria 150 CC sama Honda CB150R mah gue libas abis. Gue banyak ngelewatin motor-motor 150 CC di jalanan. Ya orang mereka lagi berenti, ya gue lewatin aja yekan? 😂 enggak denk, seriusan, ya iya lah, orang lawan gue jauh lebih gede gitu Kawasaki yang notabene mesinnya ber-CC 250. Motor-motor 150 CC mah gue kepretin aja. Crot!

Selama 20 menitan gue pacu dengan kecepatan konstan 100 km/jam, gue kembali ketemu Kawasaki putih itu di depan gue. Haaa? nyang boneng aje (baca: yang bener aja) heyyy gue cuma pake Honda Beat loohhhh yang CC nya jauh banget dari lo. Masa cuma segitu sih skill lo? Hahaha! 😎 udah mau kesusul lagi sama gue? Ah gue yakin kalo sama-sama pake Kawasaki, gue udah ninggalin dia sampe Jogjakarta kalik! Eh tapi nggak boleh sombong, kali aja dia berenti juga nungguin gue. Hehe.

Sampe di Cimahi, gue belom liat lagi Kawasaki putih itu. Dan di situlah awal gue mencium kemenangan prestisius gue, karena gue tau, di kota yang cukup rame dengan lalu lintasnya itu, Kawasaki nggak akan bisa mengerahkan kecepatan maksimalnya. Dan di sini lah, gue berkuasa, body motor gue yang kecil memampukan gue buat nyelip-nyelip, ngeles, ngesot, koprol di tengah hiruk pikuk lalu lintas kota.

Sampe di Bandung, sekitar jam 4-an. Dan gue disambut ujan aja gitu loh setiba di sini. Pffftttt. Gue paling sebel kalo Bandung tu udah ujan. 😒😒 bikin lepek. Bisa ngerusak tatanan rambut gue juga. Nah makanya gue bisa berenti dulu berteduh sekalian nulis ini. Tapi, aaahhhh aroma Kota ini.. udah lama gue nggak menghirup aroma Kota Bandung. Gue kangen banget sama kota kenangan ini. Gue jatuh cinta sama kota ini. Kalo bisa mah udah gue kawinin kali. Nggak tau ya, gue tuh lebih galau kalo punya kenangan sama suatu tempat, daripada sama seseorang (iya! Katakanlah MANTAN! puas lo! 😂). Tapi seriusan, gue cinta Bandung ini bukan karena kenangan bersama seseorang tapi karena kenangan gue pribadi dengan setiap sudut kota ini. Priceless!

Hmmm kalo ngomongin tentang cewek. Emang yah cewek Bandung tuh beda sama cewek Jakarta. Entah beda aja auranya. Cewek Bandung itu lebih gimanaaaa gitu. Eh tapi tetep donk, kalo soal wanita, pesona wanita Indonesia Timur itu buat gue lebih memukau. Ambon, Papua, Kalimantan Timur, Sulawesi Timur, Sumatra Timur, Jawa Timur. Pokoknya yang timur-timur gitu deh. Hehe.

Setelah ujan reda. Jam 5 gue baru sampe di Istana Plaza, buat ketemuan sama temen gue, yang dari tadi udah ngomel-ngomel aja, gue lama nyampenya. Haha. Akhirnya gue ketemu lagi sama Tya, temen gila-gilaan sekaligus sahabat gue sejak taun 2006 di Bandung. Dan gue pun menutup kisah hari ini dengan mengitari kota Bandung dengan sahabat gue itu.

Halo Bandung, please be nice to me ya. Setidaknya untuk beberapa waktu ke depan. 😊

-27052015-

Pagi ini seperti biasa, gue naek kereta ke Jakarta, dan ditengah rutinitas monoton yang selalu gue lakukan setiap hari ini, gue nemu sesosok yang emang jadi kriteria gue banget (kriteria jaman gue masih SMA sih, tapi agaknya masih sedikit terobsesi sampe sekarang 😜).

Nyaris sempurnaaaa!! 💋👌 Sosok itu pake kacamata, pake kawat gigi. Untuk lesung pipi, gue nggak begitu memperhatikan, karena pipinya kayak ketutup pulasan make-up nya yang menurut gue agak tebel. Rambut diurai panjang sebahu, tali beha agak menyembul sedikit keluar. Bener-bener hampir mendekati sempurna kalo mau diliat dari segi fisik.

Tapi kan yah kesempurnaan hanya milik Tuhan. Nobody's perfect, tak ada yang sempurna. Tak ada gading yang tak retak, tak ada stocking yang tak belang, dan tak ada cangcut yang tak bolong, tak kenal maka tak sayang (heu??).

Secara fisik, sosok yang gue temui tadi bener-bener most wanted banget. Tapi sayang berjuta sayang..

dia cowok..

Sissy boy tepatnya. Tau sissy boy kan? Itu loh yang setengah-setengah. Isinya sih cowok beserta perabotannya, tapi outlooknya (berusaha) cewek. Agak kecewa sih. Gue bergumam, kok makhluk yang beginian masih nyisa yah jam segini? Bukannya jam malemnya udah abis ya? Dan gue berpikir mungkin beliau ini adalah semacam "Too Afternoon Taman Lawang's Sissy Boy" (baca: Bencong Taman Lawang Yang Kesiangan). Entah mungkin dia lagi lembur atau lagi kejar setoran? Entah lah..

Sebenernya bukan merasa beruntung sih bisa bediri deketan sama mas, eh, mbak ini, takut tiba-tiba gue dibelai, terus dia pegang kedua pipi gue, pandangan kami saling menyatu, dan kami pun bercumb.. eh apa sih ah.. enggak, enggak, itu fiktif belaka. Tapi kan dengan "terjebak" dalam kondisi begini, gue jadi bisa merasa dekat sama dia. Gue bisa bebas mengobservasi secara detail mengenai dirinya, bisa jadi bahan tulisan gue. Lah kalo misalnya nggak coincidence kayak gini, mana nyali gue blusukan ke tempat dinas mereka? Dan gue mustahil bisa memaparkan secara empiris tentang mbak ini. Yang ada gue ntar diperkosa asal-asalan sama mereka. 😧😖😔

Tulisan ini pun tuntas seiring mbak itu turun di Stasiun Cawang. Hati-hati ya bro, eh, sis! Ah whatever lah..

Selamat beraktivitas, readers.

Tuhan memberkati.
😊