Saturday 12 July 2014

-12082014-

Returning flight gue ke Jakarta, tertera besok, tanggal 12 Juli 2014, jam 08:10am waktu setempat, tapi malam ini gue sengaja udah standby di bandara supaya besok pagi-pagi nggak terlalu rush. It means gue bermalam di sini, dan itu juga berarti gue punya cukup banyak waktu untuk melewatkan malam yang cukup panjang, mengingat di tempat semacam ini nggak akan ada ranjang nyaman dan empuk yang bisa menampung gue untuk istirahat, nggak akan ada playstation yang setia menemani gue sebelum rasa ngantuk tiba seperti di rumah, nggak akan ada Olla Ramlan yang manjain dan nina-bobo-in gue dengan pelukan hangat pas gue mau tidur. Nggak akan ada Farah Quinn yang nyuapin pas gue lagi datang bulan. Hmm.. ok, yang dua terakhir gue sebutkan barusan emang fiksi, tapi itu adalah fantasi dan angan-angan gue beberapa taun terakhir ini, kecuali bagian yang gue datang bulan tadi lho!

Nah, berbekal waktu yang panjang inilah, maka gue memanfaatkannya untuk berkarya-tulis. Entah ini karya tulis atau apa, gue sih nyebutnya sebagai kegiatan iseng-iseng menuangkan isi pikiran gue karena tadi siang gue dapet inspirasi dari beberapa fenomena alam yang gue temui.

Beberapa waktu belakangan ini, gue lagi merenungkan kata-kata temen gue yang bilang:

"cuy, lo ganteng banget deh, kenapa nggak nyoba jadi travel writer??"

Emang nggak nyambung sih, tapi intinya gitu lah. Gue lupa istilahnya, intinya gue disuruh nyoba jadi penulis. Apa yang ditulis? Nulis tiap pengalaman-pengalaman perjalanan atau travelling yang gue lakukan. It seems fun to me.

Nah, berhubung gue punya waktu yang cukup banyak, sambil nunggu besok jam 6 pagi buat check-in, gue mau berbagi sedikit pengalaman ajaib yang gue dapet di negeri ikan berkepala singa ini.

*****

Men, gue ketiduran, akhirnya baru pagi ini gue lanjutin nulisnya. Ok lanjut ya..

Di sini banyak banget Orang India, terutama di  daerah yang namanya "Little India". (Yaiyalaaaa!!)
Mereka itu sebenernya emang Orang India, dan bukan Orang Gambia atau Somalia, tapi berpaspor Singapura. Gue nggak tau awal mulanya gimana mereka bisa jadi warga negara sini. Dan karena kunjungan gue cukup singkat aja gitu, gue nggak sempet ngumpulin data dan mengobservasi seperti: kenapa mereka menjadi warga negara sini, apakah kasta-kasta di India sana masih berlaku di sini, apa aja yang mereka makan sampe-sampe badan mereka bisa mengeluarkan aroma yang luar biasa dahsyat ngalahin 2 lusin bunga bangke yang ada di Kebun Raya Bogor, apa hubungan pertalian darah dan emosional antara mereka dan hanoman. Mungkin kapan-kapan kalo gue stay lebih lama, gue bakal mencari kebenaran-kebenaran mengenai tabir misteri dunia yang belum terkuak tersebut.

Ok, tentang Orang India, dari kemaren gue ngider-ngider di beberapa daerah, gue banyak perhatiin mereka itu sangat ekstrim. Kalo ada yang cakep. Cakepnyaaaaa banget banget nggak ketulungan, tapi kalo ada yang jelek.. udah jelek, brengs*k, item, lagi.. hahahahaha!! *dendam masa lalu*

Gue jadi inget beberapa waktu lalu gue kerja punya bos Orang India, nggak cuma 1 doang, beberapa lah. Mereka itu sebenernya nice secara personality, tapi kalo udah urusan kerjaan, itu bisa lebih nyebelin dari makhluk apapun di muka bumi ini.

Hhhhh.. sudah, lah, gue emang nggak bisa ngasih penilaian yang objektif mengenai ras campuran antara Kaukasoid dan Mongoloid tersebut karena pengaruh masa lalu. Bukan bermaksud mendiskriminasikan mereka, but anyway I'm ok now (apa sih??)

Oh iya, tadi siang gue mampir ke suatu daerah yang namanya "Bugis Street". Nyokap gue mau nyari semacam kain, yang namanya kalo nggak salah "pashmina". Entah pashmina ato PASmantab. Sementara nyokap gue mengarungi samudra daerah perbelanjaan itu, gue sibuk nyari toilet. Bukan mau cari nasi padang, tapi gue mau pipis. Masuk ke sana, urinoirnya gede banget, berasa pipis di depan kudanil yang lagi mangap. Kalo gue nggak ati-ati, bisa-bisa gue kepleset, jatoh, terus dimakan sama monster toilet itu. #eh

Ok sampe mana tadi? Iya, gede banget urinoirnya. Terus tingginya juga rendah. (???) Ehm.. maksudnya ketinggiannya itu nggak tinggi-tinggi banget. (???) Ah udah, lah, biar gue dan Dewa Neptunus aja yang tau. Mungkin bisa dibilang tampilan dari urinoir itu begitu menakjubkan, gue sendiri belom pernah nemu yang semacam gitu. Unik. Mungkin kalo boleh gue bawa pulang, bakal gue koleksi. Dan gue bisa menciptakan hobi baru. Kalo ngumpulin perangko, namanya filateli. Kalo gue, ngumpulin urinoir.. hmm.. apa ya namanya?? Boleh gue sebut "Adrilateli"?? Tapi nggak cocok juga. Eh udah lah, kenapa jadi bahas ngumpulin urinoir, jamban dan kawan-kawannya?!

Nah itu urinoir cukup sophisticated, gue pikir kayaknya sih pake sensor gitu. Jadi kalo ada orang yang pipis, otomatis air keluar untuk mem-flush. Sambil gue pipis, gue tungguin datangnya air itu. Tapi sebagaimanapun keras dan sabarnya gue nunggu, air itu tidak kunjung datang. Hingga pada tetes terakhir air sisa kehidupan yang gue hasilkan, tetep air flush dari urinoir itu nggak keluar-keluar juga. Dan gue masih tetep mematung dengan khusyuk dan tampannya di depan kudanil yang mangap tadi, bingung gimana mau mem-flush.

Nggak lebih dari 2.563167365 detik, urinoir sebelah kanan gue ada yang ngisi. Gw lirik pake ekor mata, ternyata Orang India, setinggi gue tapi gantengan gue (haha!), pake kacamata, kulitnya item, bulu ketek bercabang 3 (hasil cangkokan kayaknya), matanya sipit, kupingnya lebar, belalainya panjang. #eh gajah kali, ah!

Gue tungguin sampe orang India itu beres pipis, gue pengen nyontoh cara mem-flush-nya. Kira-kira udah hampir selesai, gue agak mundur dikit buat ngintip caranya.

AND YOU KNOW WHAT???

Dia agak noleh ke gue, sejurus kemudian dia ubah posisi pipisnya agak serong ke kanan (menjauhi gue) dan mengeluarkan gelagat yang seolah dia mau nutupin sesuatu.

D*MN!!

Hey, meeenn!! Gue juga punya kaleee..!! ngapain juga gue curi-curi pandang sama punya lo?!?! Nggak banget meeeennn!! Dari kecil gue dididik untuk nggak berbicara dengan orang atau BENDA asing, oyyy!! Takut gue jatuh cinta sama perabotan lo?!?! Oh my goat!! -______-"
Punya gue lebih canggih kali! Udah android Jellybean versi paling update! Camera 200 MP! RAM 16 Terabyte! Processor 8 GHz! Waterproof, tahan air! Batrenya juga unlimited mAh!

Ok, cukup dengan bahasan "gadget canggih" gue. Emosi gue! --"

Tapi sekilas tadi gue liat dia neken sesuatu seperti tombol sensor, ada lampu LED merahnya yang ada di depannya. Buset, pengen tau cara nyebor pipis aja kudu melewati gejolak perang batin dulu. Ckckckck.

Anyway bentar lagi Si Macan kendaraan gue pulang udah mau take off. Segitu dulu aja ya sharing pengalamannya. Kapan-kapan gue share lagi. Hehe.

Good morning, readers.
Selamat beraktivitas.
Have a magnificent day!
Happy weekend!

God bless us! 😊

Monday 2 June 2014

-02062014-

Bangun tidur jam 9 pagi tadi, gue dikejutkan dengan kedatangan mbah gue ke kamar. Beliau nanya:

"Tadi subuh kenapa tiba-tiba nanyain berapa tanjakan lagi? Tanjakan apa?"

"Hah???"

Gue yang masih disorientasi makin bingung, sepersekian detik baru gue sadari ternyata gue abis mengalami fenomena alam semesta yang biasa kita sebut "ngigo" .. 😞

Well, kemaren gue sama temen-temen komunitas backpacker abis trip ke pedalaman suku Baduy. Banyak pengalaman yang gue dapet dari sana.

Hmm, oke tulisan ini sengaja gue share nggak disertai dengan gambar supaya memberi kesempatan buat mengembangkan daya imajimasi para readers. Tapi gambarnya bisa diliat kok, di koleksi photo tag-an dari temen gue. ☺

Mungkin bagi yang belom tau, Baduy itu ada 2 jenisnya: luar dan dalam. Dimana Baduy luar itu udah agak menerima perubahan jaman, kayak pake hape dan alat-alat elektronik lainnya, diperbolehkan juga naik kendaraan. Sedangkan Baduy dalam itu menurut gue masih sangat primitif, mungkin sekelas sama Mr. Flinstone kali yah.. 😞

Siang itu, sampailah kami di daerah bernama Desa Ciboleger, dan itu adalah batas yang diijinkan untuk pake kendaraan. Di sana kami melepas penat sejenak sambil menikmati santap siang setelah 4 jam kami lalui perjalanan dari The Brother's Land Railway Station ( Stasiun Tanah Abang). Cukup melelahkan, tapi itu belom seberapa, kawan..

Pukul setengah 1 siang, kami udah siap buat bertempur di medan perang. Lalu mulailah kami dengan langkah pertama. Baru sekitar 500 meter jalan, nafas gue udah tinggal seperempat, karena substansi dari perjalanan yang akan kami lalui itu udah mulai terlihat, yaitu tanjakan yang aduhai mukegile. Belom juga setengah jam jalan pandangan gue udah berkunang-kunang, lalu gue liat ada 72 bidadari turun dari langit. Seketika gue berpikir, "apakah ini yang dinamakan surga??"

Hehe, nggak denk nggak segitunya juga. Tapi yang jelas kemaren itu gue hampir nyerah, tapi itu belom seberapa, kawan. Dan akhirnya dengan daya yang masih ada gue coba untuk tetep meniti langkah satu demi satu. Itu masih di sekitar rumah-rumah penduduk Baduy, dimana masih banyak keramaian.

Sekitar 2 jam kami jalan, udah nggak keliatan rumah-rumah penduduknya, yang ada cuma pohon, rumput, tanah coklat, bebatuan, lumut, sesekali ketemu kaki seribu yang nyebrang jalan setapak yang kami lewati, ketemu ulet bulu yang dengan seksinya melenggang di batang pohon, ada juga ular-ular kecil yang lewat, kalajengking juga ada. Udah biasa itu mah, gue nggak akan kaget karena sugesti gue udah berkata bahwa bakal ketemu hal-hal semacam itu. Tapi kalo tiba-tiba di jalan ada badak ato onta lewat, nah itu baru diluar nalar gue. Tapi untungnya sugesti yang aneh macem gitu nggak terjadi.

Sekitar setengah perjalanan, turun ujan gede banget, untung nggak jauh dari posisi kami ada semacam rumah saung milik penduduk, yang biasa digunakan buat berteduh atau tempat istirahat para penduduk yang meladang. Akhirnya kami putuskan untuk berteduh sejenak nunggu ujan agak reda. Ada dari kami yang menggunakan waktu berteduh itu buat tidur, mungkin dia lelah (iya,laahh!!). Sedangkan gue sendiri memilih untuk ngobrol sama salah seorang temen backpacker yang baru gue kenal, namanya Amanda. Dia udah lebih berpengalaman dari gue kalo soal travelling. Banyak info yang di-share ke gue.

Ujan udah mulai reda, cuma tinggal gerimis rintik-rintik. Kami sepakat untuk kembali melanjutkan perjalanan, mengingat waktu kami nggak banyak. Kalo udah keburu gelap, bakal susah menempuh perjalanan dalam hutan.

Abis ujan, medan tempur yang kami lalui semakin sulit, karena bukan cuma tanjakan dan turunan yang kami hadapi, tapi juga licin. Dan selama perjalanan menuju Baduy dalam gue berhasil mencetak hattrick berupa kepleset 3x. 😬
Celana sama sepatu yang udah belepotan tanah, nggak gue hiraukan. Bodo amat, dan gue yakin saat itu image gue lagi dalam posisi udah nggak kéce sama sekali. Tatanan rambut berantakan, baju basah keringet campur aer ujan, pokonya nggak banget. Oh iya, segitu beban gue udah sedikit dikurangi. Atas saran dari temen gue (thanks, Ita, buat sarannya 👍), tas backpacker gue diserahkan ke porter yang kami sewa. Sebenernya nggak rela sih, karena kan kalo naek turun gunung, bawa-bawa tas kayak gitu keliatannya keren-keren gimanaaaaaa gitu. Tapi untungnya gue nurutin saran temen gue untuk mendelegasikan tas gue yang beratnya sealaihim gambreng itu ke orang Baduy selaku porter kami tersebut. Gue ngebayangin, kemaren gue nggak gendong-gendong tas kayak gitu aja, gue kpleset berkali-kali, gimana gue bawa sendiri, euuhh... mending perkosa gue aja sekalian deh.

Dalam perjalanan pengembaraan menuju kampung Baduy dalam banyak banget tanjakan dan turunan. Itu nggak semudah yang orang awam bayangkan. Jalannya terjal, berbatu, licin, pokonya gue bilang itu bukan track manusiawi. Gue rasa yang terbiasa lewat situ, bukan manusia biasa.

Dalam 1 trip, kami ber-16 orang, dan nggak keenambelas-enambelasnya jalan beriringan, kami terpecah-pecah kelompok, mengingat  ketahanan stamina yang beda-beda tiap orang, jadi ada beberapa yang berenti buat istirahat, ada yang masih kuat ya lanjut jalan. Tapi tiap kelompok ada guide-nya (orang Baduy dalam asli) yang ngikutin di belakang kami, takut-takut kalo kami ilang ditelen babi rusa hutan. Gue liat mereka sangat terbiasa dengan medan seperti yang gue deskripsikan tadi. Nggak ada sedikitpun raut muka yang lelah. Buat mereka, perjalanan yang belakang gue tau berjarak 12 kilometer dari Baduy luar ke dalam itu cuma ditempuh selama 1 jam dengan jalan kaki tanpa alas dan dengan medan tempur yang aduhai mukegile itu.
Ketika kami 1 kelompok nanya ke seorang guide kami, orang Baduy dalam yang namanya Sapri (dia nggak punya facebook, sih, jadi nggak gue tag. Haha!),  dia cuma bilang,

"Sebentar lagi sampe. Cuma tinggal 2 tanjakan sama 1 turunan lagi"

And he kept on saying that, everytime we asked.

Tapi nggak nyampe-nyampe, men! Gue yang udah capek di-PHP-in macem begitu, akhirnya memilih untuk nggak peduli apa yang dia bilang, dan gue alergi dengan kata-kata: "dikit lagi" nya versi mereka. Salah juga sih, sebenernya nggak ada itu yang namanya PHP. Pun di dunia percintaan dan asmara. Dan yang seolah memberi harapan itu sama sekali nggak salah, yang salah adalah yang berharap. Hehe, jadi curhat. Ok, back to the track..

Gue udah mau mati. Rasanya buat ngangkat kaki aja nggak sanggup. Kalo kemaren gue paksain dengan kecepatan yang biasa, kram bisa menjalar ke selangkangan mungkin. Sumpah ya, kemaren itu bener hidup gue nggak ada pilihan lain, kecuali 2: meneruskan perjalanan atau melanjutkan meniti satu demi satu langkah untuk menyelesaikan perjalanan maha berat itu. Yang pada intinya adalah sama aja, daripada gue mati ditelen babi rusa hutan, mendingan mati di pelukan Olla Ramlan (lah..??)

Eniwei, gue jadi inget binatang kaki seribu yang gue temui selama perjalanan. Gue aja yang kakinya cuma dua, pegelnya naudjubilah. Gimana si kaki seribu itu ya? Coba bayangkan berapa banyak Counterpain Cool yang abis buat ngolesin kakinya? By the way, gue baru tau ada Counterpain Cool, enak rasanya kayak ditempelin es batu. Makasih Mas Alex buat Counterpainnya.

Kira-kira jam setengah lima menjelang jam lima, akhirnya.. akhirnya.. AKHIRNYAAAAAA kami nyampe. Meeenn 4 jaaaaaammmm jalan kaki. Walopun gue masih idup, tapi badan berasa nista banget. Belepotan, remuk redam, luluh lantak, amburadul nggak karuan. Sebelum masuk rumah salah satu warga, kami bersih-bersih dulu seadanya di pancuran mata air dari gunung. Airnya super jernih. Gue sekalian minum di situ. Dan itu pertama kalinya dalam hidup, gue mandi nggak pake sabun, nggak gosok gigi, karena emang di area Baduy dalam nggak dibolehin pake sabun dan pasta gigi.

Sekitar jam 7 malam, kami udah selesai bersih-bersih dan udah beres makan malam juga. Makan malam seadanya dengan mie instan, ikan sarden kalengan dan beras yang kami bawa dari rumah masing-masing. Tibalah sesi berkumpul di satu ruangan (tapi emang ruangannya cuma satu sih) untuk ngobrol-ngobrol, sharing, brainstorming dengan beberapa tokoh Suku Baduy dalam. Mereka banyak cerita tentang kehidupan Suku Baduy dan juga kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di suku mereka. Temen-temen backpacker banyak yang bertanya. Gue sendiri hanya mendengarkan dan menyimak.

Di sekitar temaram sumber cahaya yang hanya berupa lilin, gue mikir: "apa bisa ya gue hidup seperti mereka dengan sarana seadanya kayak gini...?". Listrik nggak ada, tv nggak ada, internet nggak ada, vibrator nggak ada.. #eh

Satu kampung itu nggak ada cahaya yang mencolok, hanya remang-remang cahaya seadanya. Hampir gelap gulita. Jadi kalo malem-malem gue mau buang air, gue bakal mikir-mikir lagi. Dimana juga gue nggak tau. Dan kalo saat itu gue ketemu jin dan gue dikasih satu permintaan, pinta gue hanya 1: tolong supaya perut dan pantat gue bisa kooperatif, jangan memaksa gue untuk harus berperan serta dan aktif dalam menunaikan tugas mulia untuk memenuhi panggilan alam di tempat yang kayak gini. Pleaseeeee.. bisa? Dan akhirnya mereka pun setuju dengan permintaan terdalam dari lubuk hati gue tersebut. Puji Tuhan sampe trip selesai, perut dan pantat gue saling bahu membahu demi terciptanya suasana yang kondusif. Mereka pun akhirnya hidup bahagia bersama selamanya.. (ini apaan yah??)

Pagi-pagi bangun tidur, sekitar jam setengah 7, kenyamanan gue terganggu dengan sedikit pemberontakan dari perut gue, agaknya dia mulai nakal mengingkari kesepakatan yang udah kami buat semalam. Perut gue melakukan sedikit gencatan senjata. Dan keringet gue pun mulai bermunculan di kening. Bagi sebagian cewek yang pernah gue survei, cowok keringetan itu seksi. Padahal bukan itu kenyataan yang sebenarnya. Gue lagi nahan suatu hasrat yang menggebu dari dalam lubuk pencernaan gue. Walopun di luar udah nggak gelap, gue tetep bingung dimana kalo gue harus melampiaskan hasrat terpendam ini. Gue pun bergumul hebat dalam meredam gejolak hasrat jiwa. Dan akhirnya gue cari  solusi untuk kebaikan bersama. Demi win-win solution, gue bilang,

"Ok, kalo lu bisa nahan hasrat lu, nanti pulang sampe Bogor, gue janji, lu bakal gue beliin pizza, mie ayam, surabi duren coklat keju, ongol-ongol, pie jengkol, sari mengkudu goreng, whatever yang lu mau deh, tapi please gue mohon, jangan di sini..!!"

Melihat penawaran bagus dari gue, akhirnya perut gue selaku pihak kedua, mulai melunak, dan bersedia ngikutin apa yang gue mau.

Well, selesai berkemelut panjang antara gue dengan sang perut, sekitar jam 7 menjelang setengah 8, kami bersiap untuk menaklukan kembali sisa perjalanan trip Baduy ini. Another 12 kilometers, meeeeennnn!! Belum lagi track yang harus dilalui menurut gue sih.. ah udah lah speechless gue. Pokonya masih sama kayak perjalanan pergi kemaren. Terjal, berbatu, licin, tanah basah, berbelas tanjakan dan berbelas turunan. Tapi agaknya perjalanan pulangnya ini lebih unreasonable menurut gue. Parah banget. Lebih nggak manusiawi. Tapi kembali pilihan hidup gue cuma: meneruskan langkah untuk kembali pulang atau mati ganteng di tanah Baduy.

Tapi kendati agak susah jalannya, dimana kaki gue masih belum recover, udah dipaksa jalan lagi, gue berhasil melaluinya dengan cuma kepleset sampe terguling 2x aja, selisih 1x dari perjalanan berangkatnya kemaren. Yeahhh!! Dan gue masih idup sampe sekarang. Dan itu merupakan keberhasilan yang cukup gemilang buat gue yang minim pengalaman di medan kayak begitu.

Singkat cerita, jam setengah 6 sore kami berpisah di The Brother's Land Railway Station, yang balik ke Bogor cuma gue dan 1 temen gue. Jam 8 tepat, gue sampe di rumah dengan keadaan lusuh kayak coverboy kecemplung empang. Langsung mandi dan makan.

Jam 10 malam gue berniat untuk mengistirahatkan semua anggota tubuh gue, tapi tetep aja mata gue nggak bisa terpejam. Gue nyalain lampu lagi, pandangan gue tertuju pada kemasan bertutup biru, bertuliskan "Geliga". Gue berpikir, oke mungkin itu bisa meringankan sakit otot di kaki gue supaya nggak kram. Sesaat kemudian, kaki gue udah terbalur balsem panas itu, gue mencoba untuk tidur. Tetep nggak bisa, karena kaki gue sekarang malah kepanasan efek dari balsem itu. Akhirnya gue nyalain tv, kebetulan ada pertandingan uji coba Jerman melawan Kamerun. Tapi belom sampe pertandingan beres, gue udah ngantuk. Sebelum beranjak ke kamar, gue pipis dulu. Setelah gue selesai dengan urusan kamar mandi baru gue naek ke kasur dan matiin lampu. Tiba-tiba ada rasa mencekam hadir di bawah sana. D*mn!! Gue baru inget kalo tangan gue abis ngegosok-gosok balsem, dan tadi gue abis pipis. Aduh itu rasanya spektakuler sekali. Selangkangan gue serasa diremes-remes. Dan nggak berapa lama gue rasakan seolah selangkangan gue menghilang, mungkin efek balsemnya langsung bekerja dengan seksama. 😣 Tapi ya sudahlah, mau dikatakan apalagi, gue ambil positifnya aja, supaya otot-otot di bawah sana juga nggak tegang nggak kram. 😧😥
Dan gue nggak inget jam berapa gue terlelap sampe akhirnya menurut kesaksian mbah gue, tengah subuh buta gue nanyain tentang berapa banyak lagi tanjakan yang harus dilewatin. 😕😒

Kalo kemaren di grup trip itu ada temen gue yang phobia ular. Sekarang gue tau phobia gue adalah tanjakan dan turunan.. gembel!

But overall, thanks temen-temen backpacker, sampe ketemu di lain event. Tapi jangan ajak gue ke Baduy lagi dulu ya. Gue mau menata hidup gue yang berantakan terlebih dahulu. Mungkin 7 sampai 9 tahun lagi baru akan gue pikirkan untuk ke sana lagi. Seneng juga, banyak pengalaman yang gue dapet dari sana, dan banyak temen baru juga. Sekali lagi thanks guys! 😊👍😉 buat temen-temen yang kakinya coplok-coplok semoga lekas sembuh, begitu juga dengan gue.

Wednesday 16 April 2014

-28032014-

Belakangan ini kalo ada masalah mengenai provider yang gue pake, gue nggak pernah ngeluh. Malah sebaliknya, gue bersuka ria itu bisa terjadi. Itu berarti gue harus ke provider center-nya di daerah Kodya Bogor sana. Emang sih agak jauh, karena rumah gue ada di kabupaten. Dan kabupaten itu sendiri dipimpin oleh bupati, bukan gubernur, sedangkan kodya dipimpin oleh walikota. Nah, bupati dan walikota itu bertanggung jawab perihal pemerintahannya kepada gubernur. Dari gubernur baru kemudian kepada presiden. Nah gue jadi bingung apa yang mau gue ceritain tadi, bukan mengenai daerah tingkat pemerintahan itu sih sebenernya. Sampe dimana tadi?

*dua minggu berlalu*

Oh iya, sampe pada gue harus ke galeri provider center untuk beresin masalah provider gue. Nah iya, jadi gitu, gue harus ke provider center-nya buat beresin masalah provider gue. Dan itu berarti gue bakal ketemu customer service cantik yang sebut aja namanya Mawar. 😕 Eh jangan deh udah terlalu mainstream. Sebut aja.. hmm.. siapa ya? Oke, Bambang! Eh, tapi nggak cocok juga. Yang namanya Bambang itu nggak pernah cantik. Hmm, oke baiklah sebut aja "N".

Nah, gue seneng banget hari ini bakal ketemu Mbak "N" ini. Gue suka sama pribadinya yang ramah, baik, dan bersahaja. Yaaa gue tau, CSO pada umumnya kan emang seperti itu, tapi entah kenapa gue begitu mengagumi kepribadiannya.

Dan pagi tadi jam 6 gue udah bangun lalu bersiap mau mandi. Iya, emang terlalu dini, karena gue mau ketemu CSO provider telepon seluler gue itu sekitar jam 11-an. Tapi suka-suka gue donk, hidup hidup gue. 😬 Kenapa jadi loe yang sewot?? Oke lanjut..

Eniwei, yang gue cerita kemaren tentang koper yang ke-pending di bandara, yang isinya alat ketampanan (bukan kecantikan) gue, thank's God, nggak ada 1 pun yang ilang, dan udah kembali berjejer dengan rapi di depan cermin meja rias gue. Itu artinya bisa gue maksimalkan kegunaannya hari ini.

Seperti biasa, selepas mandi, gue langsung menuju ke depan cermin untuk memperganteng (bukan mempercantik) diri. Kebiasaan buruk gue yang selalu berulang-ulang terjadi adalah gue baru menyadari bahwa deodorant Al*xand*r gue udah hampir abis ketika mau gue pake hari itu juga. Dan gue perkirakan pemakaiannya hari ini cuma cukup buat ketek sebelah kanan ato kiri aja, nggak mungkin bisa ter-cover dua-duanya. Tapi sebagai manusia tampan seutuhnya, gue nggak pernah panik dengan situasi genting macem begitu. Gue selalu bisa mengatasi dengan cara mengkombinasi sumber daya yang ada. Yaaa, udah bisa dipastikan, sih, hasilnya nggak akan semaksimal biasanya, tapi seenggaknya bisa teratasi dengan gemilang.

Setelah melalui perdebatan panjang serta gencatan senjata yang cukup sengit antara ketek kanan dan ketek kiri, dimana kedua kubu (ketek) tersebut bisa sangat berpotensi untuk saling menjatuhkan, akhirnya gue putuskan ketek kiri untuk memenangkan perkara yang cukup pelik ini. Gue di sini hanya bertindak sebagai penengah, dan nggak ada maksud untuk pilih kasih, apalagi pilih ketek, karena kedua kubu ketek tersebut, kesemuanya adalah aset berharga gue di masa depan. Entah apa jadinya kalo kedua ketek itu pergi meninggalkan gue. Mungkin gue bakal jadi seorang pemuda tampan baik hati yang armpit-less, atau seorang yang hidup sebatangkara tanpa kehadiran sang ketek. (ini apaan sih woyyy??!!)

Oke, kenapa gue berkeputusan buat makein deo Al*xand*r itu ke ketek kiri gue? Itu gue lakukan demi menghindari terjadinya kesenjangan sosial diantara ketek dan gue harus bersikap adil sesuai dengan penyataan Pancasila sila ke-2 butir ke-3568. Mungkin ada beberapa dari loe yang pernah baca tulisan gue di blog yang sebelumnya, yang mana gue diperhadapkan pada situasi yang sama seperti tadi pagi, namun gue lebih memilih ketek kanan buat gue pakein G*tsby pada waktu itu. Dan ketek kiri yang akhirnya ngalah, gue pakein S*ffell spray, karena saat itu bener-bener nggak ada cologne lain sebagai substitusinya. Tapi dengan begitu ada hal positifnya juga, ketek kiri gue selain wangi kulit jeruk, juga bebas dari gigitan nyamuk demam berdarah maupun malaria, yaa walopun rasanya agak nyelekit-nyelekit semriwing dikit gitu di ketek gue. 😒 Untungnya pagi ini gue masih ada stick-deodorant D*ve, yang kemaren udah dilengserkan dari tahta nyokap buat gue, jadi gue nggak perlu pake spray anti nyamuk buat ketek kanan gue.

Oke akhirnya gue pun udah rapi dan siap buat pergi menemui Customer Service Officer cantik di galeri provider center, lengkap dengan amunisi semprotan deo Al*xand*r di ketek kiri gue dan olesan stick-deo D*ve di ketek kanan gue.

Setelah 2 jam melewati pergumulan batin yang hebat tentang ketek tadi, akhirnya gue berangkat. Gue sengaja berangkat lebih awal karena sebelumnya gue ada urusan dulu untuk ngirim paket sama beli deodorant baru.

Sampe di provider center, jam di tangan gue udah terpampang pukul 11.00 WIB. Gue pun segera ambil nomer antrian dan kertas di tangan gue menunjukkan angka 523, itu berarti gue harus nunggu giliran 2 orang lagi. 15 menit berlalu, ketika nomer antrian gue dipanggil, bak pucuk dicinta berenang-renang ke tepian (lho???), seakan jodoh, ternyata CSO-nya Si Mbak "N" yang tadi gue ceritain itu. 😙😚

Nggak butuh waktu lama, langsung aja gue jelaskan maksud dan tujuan serta gue utarakan perasaan gue, eh, salah, gue sampaikan apa yang jadi permasalahan tentang hape gue. Mbak "N" ngejelasin dengan sangat elegance, sambil sesekali senyum seolah mamerin kawat giginya, dia tetep fokus ngejelasin ke gue dengan menatap terus mata gue. Rambutnya yang pendek seakan menguatkan karakternya sebagai wanita yang simple dan single (ah sotoy amat luh!!). Ohhh.. sungguh indahnya karya surgawi yang terdeskripsi di hadapan gue itu. Parasnya yang anggun bikin gue cuma "heu'euh-heu'euh" aja ngedengerin apa yang dia bilang. Gue juga nggak akan bisa kalo suru ngejelasin balik, apa yang dia jelasin ke gue. Seakan terbuai, gue sangat terpesona dengan tatapannya yang teduh dan sangat mengayomi tersebut. Mungkin gue sampe ngacay, kali, di counter 1 tadi.

Sekitar 10 menit tatapan matanya terus beradu dengan pandangan mata gue. Akhirnya urusan gue selesai dan kami pun saling mengucapkan terima kasih, seraya bangun dari kursi. Gue pun menuju parkiran motor untuk pulang.

Sebelum pake helm, seperti biasanya gue selalu bercermin di kaca spion motor buat ngecek penampilan. Ketika gue mendapati sebuah wajan, eh, wajah di hadapan gue, seketika gue syok berat, menemukan secercah kemilau mutiara di sudut mata kiri gue, yang kalo dalam bahasa Perancis biasa disebut "les BELEK" !!! 😲😲😲
Omaigooottt tukang somay kecebur goootttt!! Jadi.. dari tadi.. ??? 😳😳😳 ketika pandangan kami beradu dengan harmonisnya.. 😢😢😢

Ahhh.. ya sudahlah.. nasi Padang sudah menjadi bubur Cianjur. Kalo kata Raisa:
♪♬ mau dikataaakan apalaaaagiiiii... ♪♬

Mungkin gue nggak bakal balik lagi ke sana. Gue bakal ganti provider aja ato gue bakal nggak pake provider lagi, mungkin bisa pake mesin fax ato telegram aja. 😑😕😣

Tapi 1 hal, peristiwa yang sangat spektakuler itu menunjukkan sikap profesionalisme yang sangat dijunjung tinggi, mau gimana pun keadaan dari customer, Si Mbak "N" tadi tetap melayani dengan senyum yang menawan. Makasih, Mbak. ☺ *suara instrumen lagu Gugur Bunga mengalun lembut*

Eh, tapi kan customer mau gimana juga keadaannya, itu haknya customer tho? *seketika lagu Gugur Bunga ganti jadi lagu Surti Tedjo-nya Jamrud* Yeeeaaahhh!! 😎😎😎

Oke, tadi itu kisah gue hari ini. Diangkat berdasarkan novel kisah nyata.

Selamat malam, readers!! Selamat rehat.
God bless us. ☺😊

-16042014-

Mungkin para readers bosen ya baca tulisan gue yang selalu panjang. Kalian boleh loh unfollow gue, kalopun engga, kalian juga boleh nggak nge-klik "continue reading" di status gue, biar timeline di home kalian nggak penuh. Dan kalian juga boleh nggak setuju dengan apa yang gue tulis, tapi gue nggak akan mengijinkan kalian untuk melarang gue menulis karena untuk bikin masterpiece agung semacam ini sangat dibutuhkan passion yang nggak sederhana dan juga kesabaran, karena keypad hape gue cukup kecil, jadi sering salah-salah pencet gitu. 😊☺

Well, ok, rencananya gue mau nulis ini dari tadi malem. Banyak kejadian absurd yang menginspirasi gue untuk bikin thesis ini. 😁 Tapi karena penat sudah mendera fisik dan mental, akhirnya gue urungkan niat nulisnya kemudian gue maen PS, alhasil gue begadang dan tambah capek. (hayah!!)😥😧 Namun rasa lelah yang masih bertengger (ayam kali ah!) nggak bikin gue berhenti menulis siang ini. Entah ya, gue suka buat menuangkan sesuatu yang ada dalam pikiran gue melalui bentuk tulisan, mungkin gue cocok dan berbakat jadi pemain bola. Udah nggak usah dibahas, gue juga nggak tau nyambungnya dimana. Tapi jadi pemain bola itu adalah cita-cita gue semasa kecil. Kalo sekarang, nggak ada sama sekali tuh kepikiran buat nendang-nendang bola, atau ngejar-ngejar bola di lapangan yang segede gaban itu. Maen futsal yang lapangannya kecil gitu aja, baru 3x dapet bola, udah langsung minta digantiin pemain lain, engap mau mati. Stamina dan gairah maen bola gue udah nggak kayak jaman gue muda dulu, yang mana kalo ngeliat bola itu bawaannya langsung pengen nge-smash aja (maen bola apa maen catur??). Melihat indikasi kayak gitu, gue berpikir karir sepakbola gue sepertinya bakal tamat (lah?? Jadi pemain bola aja enggak, tamat apanya??)

Ok balik lagi, kemaren gue baru balik dari Jogja, sebuah kota yang menurut gue indah, dan nyaman untuk bermukim, dengan penduduknya yang relatif ramah. Balik ke Bogor gue naek kereta "Bogowonto" yang jam setengah 8 pagi. Nggak banyak kegiatan yang bisa gue lakukan selama kurang lebih 8 setengah jam di dalem kereta itu selain baca buku, dengerin mp3, liat-liat pemandangan dari jendela, moto-motoin secara sembunyi-sembunyi penumpang lain yang lagi tidur sambil ngacay ato sambil mangap, panjat pinang, balap karung sama jualan nasi padang. Rasanya bosen banget.

Waktu berlalu, pukul 15.55 WIB tepat, sampelah gue di Monday Traditional Market Railway Station (baca: Stasiun Pasar Senen). Karena nggak ada kereta yang langsung dari Jogja ke Bogor, maka gue transit dulu di Monday Traditional Market Railway Station tersebut, kemudian gue beli tiket lagi untuk ke Bogor.

Sebelum naek kereta ke Bogor, gue nyari-nyari toilet dulu, gue kebelet pipis. Ga sampe 2 hari, akhirnya gue temukan tempat terindah bagi para kebelet-pipiser (drum = drummer, compose = composer, kebelet-pipis = kebelet-pipiser) tersebut. Di toilet itu cuma tersedia 2 urinoir (tempat buang air kecil berdiri buat pria). Dua-duanya penuh terisi orang dan gue antri di belakangnya. Gue merhatiin orang yang lagi pipis di depan gue, agak-agak heran ngeliat cara orang itu pipis. Laki-laki paruh baya itu pipis dengan jarak sekitar setengah meter jauhnya dari urinoir tersebut. Gue nggak ngerti maksud dan tujuan dari pelaku berbuat seperti itu. Mungkin dia berharap akan ada orang yang takjub liat metode yang dia gunakan untuk mendapatkan kelegaan tersebut dan berharap dipuji:

"Wow!! Bapak pipis dengan cara yang sangat spektakuler!! Amazing!! Marvelous!!"

Tapi sayangnya nggak ada yang muji, kasian juga sih. Tadinya gue mau nyapa, tapi kayaknya nggak etis pipis sambil bercengkrama bertegur sapa saling silaturahmi gitu, belom kalo dia ngajak salaman, terus entar pipisnya gimana? Jadi abstrak dong?

Akhirnya gue memutuskan untuk mengambil kesimpulan bahwa si bapak itu mungkin ngerasa jijik kalo harus deket-deket apalagi nempel-nempel sama urinoirnya.

Ok, setelah urusan gue selesai dengan gemilang di toilet, lantas gue langsung masuk ke ruang tunggu kereta. Sekitar 20 menitan gue nunggu akhirnya kereta ke Bogor belom datang juga. (???) Dan baru dateng setelah gue nunggu setengah jam. 😬😡😥

Masalah bermula ketika gue masuk ke gerbong yang bernama Commuter Line itu. Awalnya sih dari Stasiun Pasar Senen itu, keadaan masih kondusif karena masih banyak tempat untuk duduk. Tiba di Stasiun Kampung Bandan, suasana udah mulai agak mengkhawatirkan. Gue sendiri akhirnya bangun dari tempat duduk dan mempersilakan seorang ibu yang naik bersama anaknya untuk duduk. Sampe di Stasiun Sudirman, gue di dalem kereta dengan keadaan berdiri sambil ngegendong tas di depan, berasa kayak lagi maen game "The Last of Us". Begitu pintu kereta dibuka, serta merta banyak zombie yang brutal masuk ke dalem kereta seolah hendak memperkosa gue. Ok, kenyataannya bukan zombie, tapi para pekerja yang pulang kantor. Mereka sangat liar dan binal demi mendapat tempat di dalem kereta. Penderitaan pun dimulai. Kereta sangat penuh dan sumpek. Gue sama sekali nggak bisa gerak, bahkan pas cangcut gue nyelip tepat di pusatnya pun; karena tangan gue dua-duanya udah terlanjur di atas untuk pegangan sama besi penyangga, dan nggak bisa turun lagi. Dan kereta pun kembali bergerak menuju stasiun demi stasiun.

Di setiap stasiun, kereta bakal berenti untuk naikin dan nurunin penumpang. Nah disitulah peluang emas bagi gue untuk merubah posisi anggota tubuh, karena sedikit banyak akan ada pergantian penumpang yang naik dan turun. Bagi para pengguna kereta, ada baiknya lo memikirkan secara matang pose apa yang akan lo pake disetiap momen indah tersebut jauh-jauh sebelum kereta berenti di stasiun berikutnya, karena sepersekian detik setelah para zombie masuk dan pintu kereta ditutup, lo nggak akan bisa berubah pikiran untuk merubah pose lo berdiri. Kalo tangan udah terlanjur di atas, nggak akan bisa lo turunin, begitu juga dengan kaki, kalo kaki lo udah terlanjur di bawah, sampe stasiun selanjutnya kaki lo nggak akan bisa dinaekin ke atas (lah??ngapain juga naekin kaki yah??)

Jadi, kalo pose yang lo pilih misalnya pose ngupil, dan para zombie udah terlanjur masuk, lalu pintu kereta ditutup, ati-ati, lobang idung lo berpotensi membesar dan bukan nggak mungkin bakal bedarah-darah karena kesodok-sodok zombie-zombie yang lain. Untuk itu jangan pernah berpikir untuk memilih pose memasukkan jari apalagi pahat atau linggis ke dalem idung saat berjubelan di dalem kereta. Ini serius, demi terciptanya keadaan yang ergonomis buat anggota tubuh lo.

Kemaren gue sempet berubah posisi untuk mendapatkan keadaan yang lebih baik. Tepatnya di Stasiun Manggarai, pas terjadi pergantian zombie, gue berbalik arah 180° karena gue ngerasa pegel ngadep sono mulu. Setelah gue berbalik, bukan keadaan yang lebih baik yang gue dapetin, bahkan malah memburuk, sangat buruk. Terrible! Tepat di depan muka gue, sejauh mata memandang, terbentang luas sebuah ketek nan permai jaya sentosa dari seorang bapak-bapak bertopi biru yang tangannya lagi ke atas buat pegangan. Seperti kata gue tadi, kalo pintu kereta udah ditutup, lo udah terlambat untuk ngubah posisi lo. Dan sampe stasiun berikutnya gue bakal terus bercumbu mesra dengan maha ketek tersebut. Oh God... 😳
Dan jangan sekali-sekali kentut di dalem kereta yang lagi penuh sesak, karena kasian bagi zombie-zombie yang lain, yang tangannya udah terlanjur terjebak di bawah, kalo ke-bau-an kentut, nggak bisa nutup idungnya pake tangan, mungkin bisa pake linggis.

Bagi pengguna kereta, pasti udah bisa ngebayangin, kayak apa keadaannya di dalem gerbong laknat tersebut kalo pas jam pulang kantor. Segala bau-bauan dari bau jengkol anggora, bau keringet domba, bau ketek embe, sampe bau jigong naga, udah nyampur jadi satu. Mungkin setara dengan bau Kali Ciliwung di musim bunga Sakura. 😧😣

Ada 1 hal asik yang bisa gue dapetin ditengah penderitaan itu. Satu-satunya hiburan disaat ujian jiwa raga menusuk kalbu tersebut, yaitu bisa kepo sama orang yang lagi SMSan atau BBMan, karena mereka terlanjur ngeluarin hape dan nggak bisa nurunin lagi hapenya, maka gue pun bisa ikut baca apa yang jadi pembicaraan mereka, tanpa diketahui oleh si pemilik hape, karena posisi dia membelakangi gue.

Salah satunya ada bapak-bapak muda di samping gue yang lagi SMSan, sama istrinya:

"Mah, Papah telat.. Mamah yang sabar yah.."

"Iya, Pah.. gapapa ati-ati yah Pah.."

Gue berpikir, "lho, harusnya mereka seneng dong? Itu berarti mereka bakal mendapatkan keturunan bukan?" 😞 tapi kok yang telat suaminya? Sepertinya dunia udah terbalik.
Tapi entahlah itu urusan mereka, kenapa juga gue mikirin? 😒

Tiba di stasiun Depok, gue kembali mendapatkan peluang untuk ngubah posisi. Dan kali ini yes!!! agak lebih baik walopun masih berdiri. Perjalanan pun kembali dilanjutkan sampe Stasiun Bogor.

Tepat jam 7 malem gue menjejakkan kaki di Stasiun Bogor. Terima kasih Tuhan, Engkau telah menyertai perjalanan yang panjang ini, terima kasih juga untuk perlindunganMu terhadap zombie-zombie brutal yang hendak menzolimi hamba. 🙏

Gue salut banget dah sama orang-orang yang kerja di Jakarta, yang make kereta buat kendaraan sehari-harinya. Mereka adalah pejuang-pejuang tangguh di tengah gerombolan zombie yang lain. Tiap hari kayak gitu kayaknya usia gue seumur jagung pun enggak. Mungkin bisa bikin film FTV berjudul: "Mati Ganteng Menggenggam Cinta Abadi di Tengah Kebrutalan Commuter Line Jakarta-Bogor". Hmm.. kira-kira ada sutradara yang minat nggak yah? 😐

Tapi orang-orang Jakarta itu kok masih fine-fine aja ya menghadapi situasi semacam itu SETIAP HARI? Bener-bener salut gue! Tapi mereka masih kalah sama Tarzan yang hidup di alam rimba raya! (lah kok Tarzan?? ya biarin dong suka-suka gue!)

Eniwei, gue udah membuktikan bahwa sebau apapun ketek di muka bumi ini, nggak akan bisa membunuh manusia. Buktinya gue masih idup dan bisa nyelesein tulisan ini. Paling parah ya mungkin cuma menderita cedera paru-paru akut. Jadi bagi para pengguna Commuter Line, jangan takut untuk bertemu dengan ketek-ketek asing di luar sana, karena kalo menurut ilmu FTV, cinta bisa bermula dari ketek. Tak ketek maka tak sayang. 😎

Well, itu secuplik kisah yang bisa gue bagikan siang ini. Have a nice day, readers!!
Selamat makan siang!!

God bless you. 😊

Monday 24 March 2014

-24032014-

Nggak habis pikir sama maskapai penerbangan Indonesia. Ada gitu yah penumpang sama luggage-nya itu diterbangkan terpisah pesawat? Dan itu yang terjadi pada gue, seorang pria lugu yang memiliki kehidupan percintaan yang sangat berliku (apa hubungannya, woy?!). Dan koper gue itu baru bisa gue ambil 2 hari kemudian perihal keterlambatan loading di bandara sana ato apa lah gue juga nggak ngerti. 😬

Sebenernya dari awal juga gue agak meragukan maskapai yang gue pake untuk bertransportasi via udara tersebut, dimana-mana yang bisa terbang itu cuma burung, dan harimau itu ditakdirkan untuk berlari di darat, bukan terbang di udara.

Tapi selalu ada alasan untuk gue tetep bersyukur: GUE BISA SAMPE JAKARTA DENGAN SELAMAT TANPA KURANG SUATU APAPUN. Jujur aja, pikiran-pikiran jelek semacam: pesawat yang gue tumpangi bakal dibajak, terus gue di jual ke tante-tante stocking belang di Somalia, atau pesawat gue meledak di ketinggian sekian kilometer di atas permukaan air laut dan puing-puingnya nggak akan pernah ditemukan sampai kapan pun, atau gue tiba-tiba suruh pindah tempat duduk ke kokpit, yang ternyata pilotnya adalah seorang homo akut, atau gue bakal mengalami diare hebat karena mabok udara yang mengakibatkan pesawat harus mendarat darurat di bandara tertentu untuk gue bisa mendapatkan perawatan intensif, itu terus membayangi benak gue. Ok, kita tinggalkan perkiraan-perkiraan gue yang tidak terbukti kenyataannya tersebut.

Pagi ini gue udah nelepon pihak PT. JAS, dan mereka bilang hari ini gue udah bisa ngambil luggage gue yang sebelumnya entah dimana rimbanya. Gue langsung cepet mandi supaya sinar semburat aura gue segera memancar dengan indahnya. Selesai mandi gue baru menyadari bahwa segala macam alat ketampanan (bukan kecantikan) gue semisal hair-spray, body lotion dan deodorant ada di koper yang masih ketahan di bandara tersebut. 😕 Dan ada beberapa cangcut gue yang masih bersih juga turut serta di dalem koper yang tertahan itu. Untung masih ada sisa 1 helai lagi di rumah, kalo engga, gue pasti memilih untuk pake daun pisang sebagai substitusinya. 😥😧 Akhirnya gue pun beranjak ke kamar nyokap untuk pinjem body lotion. Setelah gue pake body lotion, mata gue pun tertuju pada sebuah kemasan deodorant putih bertuliskan sebuah merk yang berarti burung merpati.

"Bu, Al*xand*r aku ada di koper yang masih ketinggalan di bandara, aku pake ini aja ya!"

"Ya udah kamu pake aja, ibu juga ga suka pake itu, nggak enak", jawab nyokap.

"Ya udah buat aku ya! Ini bekas ketek ibu ya?!"

"Eee, ketek ibu itu bikin cepet kaya tau nggak?!"

😰😲

Omegot, seketika gue pun berasumsi bahwa ternyata selama ini nyokap membesarkan gue dan ade gue itu dari hasil memiliki ketek yang katanya bisa bikin cepet kaya. Well, nggak kaya sih, setidaknya keluarga kami berkecukupan. Thank's God. ☺

Mungkin setelah kejadian tadi pagi itu, gue bisa menyimpulkan bahwa nggak hanya di telapak kaki, surga pun ada di bawah ketiak ibu. Selamat hari ibu!! (udah lewat coy!! | lah suka-suka gue donk!!)

Tuesday 18 March 2014

-18032014-

Gue nggak tau harus merasa bangga, tersanjung ato gimana, memiliki seorang wanita mulia yang pernah melahirkan gue dengan sempurna ke dunia ini, yang kemudian gue panggil dengan sebutan "ibu". Mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan sosok wanita mulia dalam hidup gue tersebut adalah "ajaib". Ya, ajaib!

Kira-kira jam setengah tujuh tadi pagi, sekonyong-konyong monyong, nyokap gue tiba-tiba dengan membabibuta melakukan tindakan frontal yang cukup sporadis masuk ke kamar gue tanpa ngetok pintu terlebih dahulu. Mungkin kalo di film Marvel Comics, pendeskripsian nyokap gue tadi pagi itu bisa disejajarkan dengan "The Rhino", musuh Spiderman yang berupa badak yang badannya super gede, yang punya tahi lalat di selangkangan kiri agak menjorok ke dalam dan sedikit ke bawah itu. Diseruduk aja gitu pintu kamar guenya. -___-"
Kemudian sang empunya kamar lantas dengan nyawanya yang baru terkumpul se-ons langsung terbangun dengan tiba-tiba dan terkesiap serta terpana melihat kedatangan bidadari, eh, kedatangan nyokap gue itu. Dari raut wajahnya yang serius nampak sekali nyokap gue ada urusan urgent yang maha penting dengan anaknya yang maha ganteng yang belum sepenuhnya sadar dari tidur panjangnya yang pekat. (halah, apa sih??)

Gue (G): "Masuk kamar tu ketok dulu kek!! Kaget taukkk!!" *pake otot*

Nyokap "The Super Rhino" (NTSR): "Orang pintunya aja nggak ditutup, apa yang mau diketok?!?!?!" *pake urat, nggak mau kalah*

Dan sekilas keluarga gue nampak seperti pengusaha baso sapi aja gitu, pake urat sama otot. Well ok, lanjut..

(G): "Oh? Terus sapa yang mindahin pintunya?? *ngeles* Apaan siikkk, pagi-pagi heboh amat??!!"

(NTSR): "Itu temennya ... bzzztttt *kurang jelas kedengerannya di kuping gue, maklum baru bangun tidur* ... yang orang India itu sapa namanya?"

(G): "Apaan siikkk ah! Aku nggak punya temen orang India.. ngaco deh!"

(NTSR): "Yeee bukan, itu Upin Ipin, yang orang India yang suka berpantun itu, sapa namanya??"

(G): "Anjrittt, eh, Jarjittt!! Kenapa sikkk??"

(NTSR): "Tadi itu dia bilang mainan stick-ice.. stick-ice, yang diketok-ketok ke lantai terus keluar apanya itu, itu apa sih??"

(G): "Isssshh nggak tau atuh, tanyain aja sama Perdana Menteri Malaysia sanaaa!"
*masih emosi  lantaran dibangunin dengan cara yang nggak wajar dan kurang berkeprikemanusiagantengan*

Nyokap pun lantas bergegas kembali ke depan tivi lagi. Dan gue dibiarkannya terperangah memandang kepergian beliau ke depan tivi untuk ngelanjutin nonton serial film anak-anak asal negara serumpun tersebut.

"Udah? Cuma gitu doang??" -_____-"

Nyokap gue tuh ada-ada aja ya. Pagi-pagi lah nonton Upin Ipin, pake segala bangunin gue pula. Sampe akhirnya gue nggak bisa tidur lagi dan memilih untuk mulai bikin tulisan ini.

Nyokap gue itu sebenernya bukan tergolong wanita yang rempong selayaknya ibu-ibu arisan RT yang lain. Beliau itu rempongnya pada momentum-momentum tertentu aja. Gue inget beberapa taun lalu, tanggal 22 Desember, yang bertepatan dengan hari ibu nasional, nyokap gue subuh-subuh buta udah ngebangunin gue cuma mau tanya sikat gigi mana aja punya gue yang udah nggak kepake, mau dibuangin katanya. Penting banget nggak??

Gue bersyukur aja nggak ada hari bapak nasional. Kalo ada, mungkin bokap gue yang bakalan rempong nanyain mana stocking gue yang warna abu-abu metalik semi jingga polkadot pink yang ada renda-rendanya. -__-"

Terus nyokap gue itu kan sering liat gue pake powerbank buat hape gue yang batrenya cepet abis. Dari situ nyokap gue menarik kesimpulan bahwa gunanya powerbank itu adalah untuk mengisi kembali daya yang udah abis.

Suatu hari, nyokap gue yang abis mandi itu mau dandan, terus mau pergi ke undangan salah seorang rekannya. Nah ditengah-tengah khusyuknya berdandan, tiba-tiba mati listrik. For Your Information (FYI), nyokap gue itu nggak bisa dandan dengan maksimal kalo nggak di depan kipas angin. Entah maksudnya apa, mungkin biar terkesan seperti model iklan sampo yang rambutnya berkibar-kibar bak Sang Saka Merah Putih? Entahlah..

Sambil menggerutu, nyokap gue liat hapenya, ngutak-atik sebentar, terus manggil gue:

"Hey ganteng .. *bukan nama sebenarnya* .. aku pinjem powerbank-mu donk.."

"Buat apa, aku lagi pake.."

"Ini lhooo.. buat hidupin kipas angin, ibu nggak bisa dandan ini.."

Eh buset, powerbank gue disamain sama gardu listrik kali yah.. --"

Gue nggak ngerti juga itu maksudnya beneran ato bercanda, tapi itu bener-bener yang dikatakan beliau ke gue.

------------------------------

Pesan Moral:
Well, se-ajaib apapun keluarga lo, be grateful you have them, karena keluarga adalah segalanya dan nggak bisa digantikan oleh apapun. Ok, have a nice day readers. Selamat bersantap siang buat yang baru mau makan. Tuhan memberkati. 😊

Tuesday 11 February 2014

Ambiguitas Dalam Etika Berfoto

Sore tadi gue nunggu antrian di barber shop sambil duduk ganteng, yang kemudian keluarlah inspirasi untuk mem-blog-kan tulisan ini.

(bagi yang nggak tau, "barber shop" itu adalah semacam toko yang jualan bahan bangunan, seperti pasir, batako, asbes, perangko, materai dan obat-obatan serta alat-alat pertanian juga alat tulis kantor)

Ok, pernyataan gue di atas barusan itu fiktif. Baiklah, "Barber Shop" itu bukan toko, melainkan tempat keramat untuk meningkatkan kadar tampan agar tetap memiliki performa yang menawan dan rupawan untuk menjalani kehidupan kelam di dunia yang fana ini. #halah

Lagi khusyuk nunggu antrian dengan gairah dan penghayatan tingkat tinggi, tiba-tiba datanglah 2 orang ibu yang bawa anak-anaknya untuk potong rambut (iyalah, masa potong hewan kurban?!).

Sambil nunggu antrian, salah satu dari ibu itu lalu ngeluarin hape-nya untuk memfoto anaknya.

Sambil membidik dengan lensa kamera hape-nya, si ibu menginstruksikan anaknya untuk senyum sambil bilang, "CIIISSSSSSSS!!!"

*captured*

Agaknya si ibu kurang puas dengan hasil foto anaknya yang lagi senyum, yang mungkin bagi sang anak, itu sudah merupakan hasil senyum yang super duper giga maksimal. Sejurus kemudian ibunya kembali fokus untuk mengambil gambar anaknya dan bilang, "sambil ketawa HAHAHAHAAAAA gitu.. CIIISSSSSSSS!!!"

*captured*

Gue berpikir, ibu itu aneh. Agaknya beliau kurang memahami esensi dari pengucapan "cis" waktu sedang berfoto. Kalo anaknya bilang "cissss" itu dimana mimik ketawanya?

Menurut analisa gue, kata-kata "cis" (evolusi dari pelafalan "cheese") diucapkan waktu berfoto, agar membentuk bibir seolah-olah sedang tersenyum, dengan menarik kedua ujung bibir lebar-lebar. Nah kalo pengen mendapatkan kesan seolah-olah lagi ketawa pas difoto, lebih tepat bukan teriak "CISSSSS!!" tapi mungkin bisa teriak "ketoprAAAAAAAKKK!!" atau mungkin "kentAAAAAANGGG!!!" ataupun kata-kata lain yang punya vokal akhir "A". Iya kan? Iya dong! Bener kan? Bener dong?

Dan kalo pengen dapet kesan ganteng pas difoto..


hmm.. nggak bisa.. itu bakat.. dan nggak bisa dipaksain juga. Bahwasanya sesuatu yang dipaksakan itu nggak akan baik hasilnya.

#salamganteng

Thursday 9 January 2014

-10012014-

Lo semua pasti bingung, apa makna yang terpendam di bawah judul tersebut. Eniwei kenapa gue pake "terpendam di bawah ... " bukannya "terpendam di balik ...". Menurut gue, kalo "di balik" itu match-nya sama "tersembunyi". Iya ga? Iya kan? Iya donk? Bener ga? Bener kan? Bener donk? Hmm.. tapi yasudahlah yaa.. nggak penting juga, biarkan Dewa Neptunus aja yang menentukannya. Sekarang mari kita beranjak kepada analisa hukum teori korelasi yang telah gue cetuskan ketika gue baru bangun tidur tadi jam 6. Entah gue tadi malem mimpi apa, sehingga bisa merumuskan teori jenis baru di taun 2014 ini.

Siang itu, dikala Sang Batara Surya masih bersinar terik, disaat gue lagi siaran di ruang studio (iyalah, masa di sawah??) kemaren, gue yang niatnya sebelum siaran, jam 8 mau ke kampus untuk membereskan sesuatu, dapet pesan dari nyokap gue via aplikasi whatsapp. Lalu terjadilah perbincangan yang harmonis namun terkesan absurd, yang sejurus kemudian menimbulkan pertanyaan dalam benak khalayak ramai bahwa benarkah hubungan antara 2 insan ini adalah antara seorang anak sulung yang tampan dan ibundanya yang sangat sophisticated?

Lalu kurang lebih begini isi dari obrolan yang prestisius tersebut:

Ibu (I): "Eh, kamu udah jadi ke kampus belom?"

Anak sulung yang tampan (G): "belom, ntar siang aja, bu, ini lagi di radio.. lagi siaran. Kenapa gitu?"

(I): "Nggak kenapa-kenapa. Daripada nganggur ni, mending wasapan. Sambil nunggu Bu P****** ma Bu S** di pertigaan Gunungbatu. Kayak monyet nggak laku euy. Tempatnya bau pesing, lagi.."

Gunungbatu itu adalah nama sebuah daerah di Kota Bogor, tempat lahir beta, dibuai dibesarkan bunda. Eh, gue nggak lahir di Bogor, deng..

(G): "Widih, monyet sekarang bisa wasapan ya?? keren bangetttt.. cucok!"

(I): "Ya.. ya.. kan monyet milenium.. Oh iya, belum selesai siaran ya?"

(G): "beuhhh, monyet gaulll.. mau pada kemana emang??"

(I): "Mau ke bank jabar nhanter 2 orang itu bika rekeninh.."

Mungkin maksud nyokap gue adalah: "nganter 2 orang itu buka rekening".

Supaya kalian tau aja, kalo berkirim pesan instan sama nyokap gue itu harus memiliki kemampuan supranatural yang spektakuler dan unlimited, supaya bisa membaca maksud terselubung dari pesan yang dikirim nyokap gue, dan gue udah terbiasa dengan kemampuan itu, kapabilitas indigo gue udah terasah dengan sangat sempurna sejak nyokap gue mengenal teknologi canggih bernama "henpon". Gue maklumin aja sih kalo suka typo ato salah-salah mencet keypad gitu, mungkin jempol nyokap gue itu lebih besar diameternya dari pisang ambon, atau malah ngetiknya pake sarung tinju. Mungkin.. entahlah..

Dan sesaat kemudian nyokap mengajukan permintaan yang belum pernah dilakukan sebelumnya dalam 27 tahun terakhir ini..

(I): "Kirim fotomu yang lagi siaran donk.."

Woowww!! Ada apakah gerangan tiba-tiba Sang Bunda memiliki rasa keingintahuan yang tinggi mengenai buah hati yang dicintainya??
*kamera zoom in zoom out di muka gue*

Tapi daripada gue didakwa sebagai anak yang durhaka, terus dikutuk jadi batu akik, 1,5 detik kemudian, akhirnya dengan senang hati riang gembira bersukaria, gue penuhilah permintaan Sang Ibunda yang telah membuai dan membesarkan gue tersebut.

*foto dikirim*

(I): "Keliatan keren tu fotomu.."

Gue mensugesti diri gue dalam setiap liku kehidupan untuk selalu nggak cepat berbangga hati, berbesar hati, apalagi tinggi hati. Dan kemudian feeling gue terbukti akurat..

(I): "Btw, kamu udah mandi belum??"

Tuh kan.. untung gue belom larut dalam euforia sukacita kemenangan gemilang yang menggelegar dan menggebu-gebu.
--"
Kenapa juga sih pertanyaannya harus se-telak itu? Apakah gue terlihat seperti pribadi yang rendah hati serta berbudi pekerti luhur namun belom mandi?

(G): "udah.."

Gue hanya menjawab singkat, gue cuma ingin memberi kesan misterius kepada sang penerima pesan di sana, dan membiarkan ia berpikir, menerka dan menduga, benarkah pernyataan yang disampaikan oleh sang penyiar kècè tersebut bisa dipertanggungjawabkan di hadapan konstitusi hukum dan di hadapan Sang Maha Pencipta, ataukah hanya kedustaan semata? Biarkanlah Dewa Neptunus yang menentukan.. *ngomongnya sambil monyong-monyong serta memicingkan mata ala presenter infotainment "Silet" yang kalo ada di depan gue saat itu juga langsung bakal gue timpuk pake gerobak cilok*

15,58 menit berlalu, nyokap gue belum bales penyataan misterius gue tadi. (lagian apa juga yang harus dibales?? orang cuma: "udah.." doank). Dan 25,481 menit kemudian berlanjutlah sesi berbalas pesan tersebut.

(I): "nanti abis dari bank, Bu S** minta dianter beli hape. Tapi kok lama banget ni. Kaki sampe kaku. Duh ni kayak monyet dah diobral tapi tetep nggak laku.."

Dan sekali lagi nyokap gue memperjelas serta mempertegas hubungannya dengan mamalia menyusui jenis primata yang mirip dengan manusia itu. Dan bukan gue yang bilang lho, bahwa... ah sudahlah.. biarkan gue dan Dewa Neptunus yang tau..

(G): "Emang belom pada dateng ya??"

(I): "Belum. Tapi katanya udah pada naik angkot.."

Dan gue pun nggak bales lagi, lalu langsung sibuk nyusun-nyusun playlist lagu, lantaran gue masih belom beres siaran.

5 menit kemudian ada whatsapp masuk dari nyokap, yang bilang katanya formasi genk "The Former Trio Kwek-kwek Indonesia" nya (yang kini gue singkat menjadi "The Former TKI") udah lengkap dan siap meluncur ke TKP. Dan gue cuma membalas dengan "ok".

Well, obrolan aktual abad ini, yang tertera diatas itu memang berdasarkan kisah nyata, tapi udah melalui proses editing dan filtering dari kalimat-kalimat yang sangat iyuuhh dan tidak seharusnya untuk dijadikan konsumsi publik serta sudah selayaknya disensor, tapi tanpa mengurangi esensi yang terkandung di dalamnya, seperti:

"Take care ya bu, love you.. :* "
#soswit

Lalu ada juga..

"Nanti kamu pulang siaran titip beli salam laos sama sereh ya, buat masak.. oh iya beli daun jeruk juga sama spiritus.."
(ini sebenernya nyokap gue mau masak ayam apa mau mempersembahkan gue sebagai korban bakaran sih??) --"

Dan fakta yang terungkap..

Sebenernya sebelum nyokap minta foto gue yang lagi siaran itu, nyokap udah lebih dulu ngirim fotonya yang lagi senyum-senyum ala Cherrybelle yang baru pertama tampil di tipi, sambil nunggu genk TKI-nya itu di pinggir jalan, yang seperti primata nggak laku-laku itu. Kurang kerjaan emang. Ckckck.. sungguh tiada tara. Kemudian gue kok jadi berasa kayak sepasang muda-mudi yang lagi kasmaran tuker-tukeran foto gitu yah? Makanya itu gue sensor. --"

Well ok, that's my life, ada yang biasa aja, ada yang penuh cinta, ada yang ajaib, ada yang absurd, ada yang aneh, ada suka, ada duka, ada-ada aja.. semua berkolaborasi menjadi satu dalam suatu bentuk harmonisasi kehidupan yang sebenarnya sangat indah ini, hanya tinggal bagaimana cara kita memandangnya aja.

Selamat berak..tivitas, readers..
Cheers!!

Have a magnificent day..

God bless you all..
:)

#salamtampan